Foto Bersama Tim AIDA dan Tim Perdamaian Bersama Para Siswa Peserta Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Gadingrejo
Home Berita Menggali Semangat Ketangguhan Tim Perdamaian
Berita - 14/11/2018

Menggali Semangat Ketangguhan Tim Perdamaian

Belajarlah dari kehidupan apa yang bisa diterima. Terimalah keadaan meski itu sulit. Namun, di balik cobaan itu kita bisa menjadi manusia yang kuat, tangguh.

 

Demikian Kepala Sekolah SMAN 1 Pagelaran mengatakan dalam kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di Lampung dua pekan lalu. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari safari kampanye perdamaian Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Selain di SMAN 1 Pagelaran, Dialog Interaktif AIDA juga diselenggarakan di SMAN 1 Gadingrejo, SMAN 1 Sukoharjo, SMAN 1 Pringsewu, dan SMAN 2 Pringsewu. Kurang lebih 50 siswa di setiap sekolah menjadi peserta kegiatan.

Guru berkerudung itu menyampaikan pesan di atas dalam rangka mendorong siswa-siswinya agar tumbuh menjadi generasi yang berkarakter tangguh serta mencintai perdamaian demi kemajuan bangsa.

Fasilitator kegiatan, Agus Muhammad (peneliti Pusat Pengkajian Pesantren & Masyarakat), menerangkan bahwa perdamaian bukan merupakan barang jadi (taken for granted) melainkan harus diupayakan dan diciptakan. “Perdamaian tidak mungkin tanpa usaha. Ia tidak bisa sekali jadi. Ia harus terus diusahakan,” ujarnya di hadapan para siswa peserta Dialog Interaktif di SMAN 2 Pringsewu.

Dialog Interaktif di SMA N 1 Gadingrejo menghadirkan dua orang narasumber yang disebut sebagai Tim Perdamaian. Tim itu beranggotakan penyintas dan mantan pelaku terorisme. Mereka adalah Ni Kadek Ardani (penyintas Bom Bali II), dan Iswanto (mantan pelaku terorisme).

Foto Bersama Tim AIDA dan Tim Perdamaian Bersama Para Siswa Peserta Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Gadingrejo
Foto Bersama Tim AIDA dan Tim Perdamaian Bersama Para Siswa Peserta Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Gadingrejo

 

Kadek menjadi korban serangan bom di Pantai Jimbaran Bali yang terjadi pada 1 Oktober 2005. Saat kejadian, dia sedang bekerja di restoran tepi pantai yang disasar pelaku peledakan. Akibat bom, dia mengalami luka-luka, bahkan saat ini di dalam tubuhnya masih bersarang serpihan logam efek dari ledakan.

Menurut Kadek, apa yang menimpanya adalah bentuk kezaliman yang sangat keji dan melanggar perikemanusiaan. Meskipun demikian, dia memilih untuk memaafkan kejahatan yang ditimpakan pelaku. Dia tidak ingin dendam dan kebencian menyelimuti hati dan pikiran.

Iswanto, mantan anggota kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI), juga berbagi kisah dalam Dialog Interaktif. Ia mengaku bersyukur telah menjauhi pemikiran ekstrimisme, meninggalkan dunia kekerasan dan kini ikut berpartisipasi aktif dalam menyuarakan perdamaian.

Ia juga mengingatkan para peserta agar melestarikan kondisi damai di sekolah dan lingkungan tempat tinggal mereka. Dia juga meminta generasi muda mewaspadai penyalahgunaan ajaran agama sebagai pembenaran aksi kekerasan. Berdasarkan pengalamannya, dahulu dia dicekoki doktrin jihad yang diartikan secara sempit sebagai perang. Ia menegaskan bahwa makna jihad sangat luas, tidak terbatas pada perang. Menuntut ilmu, kata dia, juga termasuk jihad.

Doktrin-doktrin kelompok teroris membentuk Iswanto dulu menjadi sangat anti terhadap pemerintah dan umat nonmuslim. Saat duduk di bangku sekolah dia sering bolos pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Namun, setelah menyadari kekeliruan doktrin yang diajarkan kelompoknya, Iswanto memahami bahwa perbedaan adalah ketetapan Tuhan yang tidak bisa ditolak. Tuhan menghendaki manusia hidup rukun dan damai dalam perbedaan itu.

Dalam kegiatan Dialog Interaktif, Iswanto mengulangi permintaan maafnya kepada korban terorisme. Ia memohon maaf lantaran pernah tergabung dalam kelompok yang menyebarkan pemahaman teror. Kadek sebagai perwakilan dari korban terorisme pun memaafkan. Saling memaafkan di antara korban dan mantan pelaku menjadi titik tolak Tim Perdamaian mengampanyekan tradisi cinta damai di kalangan pemuda.

Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi, mengatakan bahwa kisah mantan teroris dan korban bom serta rekonsiliasi keduanya harus memotivasi para siswa peserta Dialog Interaktif untuk menjadi generasi yang tangguh. Menurutnya, generasi tangguh seperti halnya penyintas adalah yang tidak gampang menyerah menghadapi cobaan. Generasi tangguh, belajar dari mantan pelaku, adalah yang berani jujur mengakui kesalahan di masa lalu, namun dia mau dan mampu untuk memperbaikinya. [FS]