Setop Kekerasan, Belajar dari Kisah Korban
Bangunan hancur, kendaraan terbakar, fasilitas umum termasuk rumah sakit rusak diserang bom artileri. Sirine tanda bahaya beradu dengan ambulans dan pemadam kebakaran yang berlalu-lalang di kota-kota. Jasad manusia bergelimpangan, sebagian tertimbun reruntuhan bangunan. Warga sipil, anak-anak, petugas medis, dan insan pers tak terkecualikan menjadi korban serangan. Puluhan jenazah berbalut kain putih terpaksa diletakkan di emperan rumah sakit lantaran tak ada tempat penampungan lagi. Muda-mudi yang sedang bersuka cita menikmati festival musik seketika lari tunggang langgang diserang roket dan tembakan.
Pemandangan di atas lazim disaksikan hari-hari terakhir ini. Di tengah berkabungnya masyarakat global terhadap perang Rusia-Ukraina yang telah berjalan setahun lebih, dunia dikejutkan dengan banyaknya korban yang jatuh akibat meningkatnya tensi konflik klasik tak kunjung usai antara Palestina dan Israel.
Baca juga Peringatan Korban Terorisme, Momen Membangun Masa Depan yang Damai
Perdamaian serasa lenyap dari kehidupan. Kemanusiaan seakan sudah tak bernilai. Para pelaku kekerasan seolah-olah telah tercerabut rasa kemanusiaan dalam dirinya sehingga begitu keji menumpahkan darah saudaranya sesama manusia.
Desakan negara-negara dan tokoh dunia agar para pihak yang bertikai menyetop kekerasan terlah digulirkan. Termasuk Kepala Negara Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo, yang secara khusus mendorong agar para pihak menyelesaikan akar masalah konflik di sana, yaitu pendudukan wilayah Palestina oleh Israel, berdasarkan instrumen terukur yang telah disepakati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Penghentian perang serta penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi politik menjadi tumpuan masyarakat internasional untuk menegakkan perdamaian saat ini. Di samping itu, inspirasi dari rekonsiliasi yang dilakukan penyintas dan mantan pelaku terorisme di Indonesia bisa menjadi semangat alternatif dalam menciptakan perdamaian dunia.
Baca juga Haji Duta Perdamaian
Penyintas terorisme ialah mereka yang berstatus korban dalam aksi serangan teror namun telah melenting melampaui dampak penderitaan. Sedangkan mantan pelaku ialah mereka yang pernah bergabung dan sepemahaman dengan gerakan teroris namun saat ini telah menyadari kekeliruan masa lalunya dalam berpikir dan bersikap. Pengalaman Aliansi Indonesia Damai (AIDA) membuktikan, bahwa rekonsiliasi antara dua pihak yang hingga taraf tertentu “berseberangan” bisa dilakukan. Ketulusan mantan pelaku untuk meninggalkan paham dan gerakan terorisme, serta kelapangan hati penyintas menerima takdir yang ada, telah mengantarkan keduanya ke podium terhormat di masyarakat.
Terlebih baru saja, 12 Oktober, adalah momentum peringatan 21 Tahun Tragedi Bom Bali. Lebih dari dua dekade silam serangan kelompok teroris membunuh sedikitnya 202 nyawa dan melukai ratusan lainnya. Sebagian pelaku yang terlibat dalam aksi tersebut telah selesai menjalani masa hukuman dan menyatakan diri bertobat dari jalan kekerasan, kemudian meminta maaf kepada para penyintas. Gayung bersambut, sebagian penyintas dalam peristiwa Bom Bali telah bangkit dari keterpurukan, dan dengan legawa memaafkan kesalahan pelaku. Rekonsiliasi sukses dijalin oleh kedua belah pihak dan kini keduanya bersatu padu mengampanyekan perdamaian.
Baca juga Tajuk Idul Fitri Menjadi Pribadi Pemenang
Potret yang bisa menggambarkannya adalah ketika AIDA menggelar Pelatihan Tim Perdamaian di Majalengka, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Hisyam, salah satu terpidana kasus Bom Bali yang telah bebas, dipertemukan dengan Ni Wayan Rasni Susanti dan R. Supriyo Laksono, dua orang penyintas Bom Bali, yang kehilangan anggota keluarganya. Keharuan seketika menyeruak tatkala Hisyam menitikkan air mata mengiba maaf dari para penyintas. Salut setinggi-tingginya patut dilayangkan kepada para penyintas yang menyediakan kemaafan yang sangat cukup bagi pelaku yang telah menemukan jalan pertobatan.
Kembali ke persoalan perang di sejumlah belahan bumi, sangat urgen kiranya bangsa-bangsa di dunia belajar dari rekonsiliasi korban dan mantan pelaku terorisme di Indonesia. Bukan demi apa-apa, semua ini demi tegaknya kehidupan damai di dunia.
Baca juga Obituari Buya Syafi’i: Selamat Jalan, Sang Pencerah!