Home Pilihan Redaksi Hikmah dari Musibah Bom
Pilihan Redaksi - Suara Korban - 7 hours ago

Hikmah dari Musibah Bom

Oleh Fitri Supriati, Korban bom Kedutaan Besar Australia Jakarta, 9 September 2004

Artikel ini pernah terbit di Newsletter SUARA PERDAMAIAN Edisi XVI April 2018

Pagi itu, 9 September 2004, kami bergegas menuju ibu kota, tepatnya Gedung Bina Karsa Kuningan, Jakarta. Saat itu saya dan suami bergegas pergi pagi-pagi dari rumah kami di Citayam menuju Jakarta, untuk mengurus akad kredit rumah pertama kami.

Kala itu, anak sulung kami tak kunjung henti menangis sedari malam. Dengan berat hati pagi itu kami harus titipkan anak kami pada pengasuhnya. Kala itu kami pun segera datang ke Gedung Bina Karsa dengan maksud agar segala hajat dan keperluan segera selesai, karena setelah ini selesai kami harus melanjutkan tugas sebagai karyawan di tempat kerja kami masing-masing.

Kala itu saya bekerja di daerah Kemang sedang￾kan suami saya di Fatmawati. Kala itu, semua sudah kami tandatangani, dan kami bergegas ke toilet karena sedari tadi kami menahan buang air. Selepas dari toilet saat kaki kami melangkah menuju lobby dengan memulai kaki kanan, di situlah kami mendengar suara dentuman yang sangat kencang dan dahsyat.

Baca juga Mengingat Bom Kuningan

Kala itu saya berpikir apakah pesawat terbang jatuh ke dalam gedung yang kami datangi? Atau, apakah ini akhir hayatku atau apakah ini yang disebut kiamat???

Berkecamuk dalam pikiran saat itu. Tak terpikir sebelumnya bahwa ledakan itu bom. Kejadiannya begitu cepat. Situasi sangat ramai dan mengerikan sampai kami pun dievakusi keluar gedung. Yang saya lihat saat itu asap mengepul hitam ke atas langit. Suara teriakan dan tangisan bergemuruh.

Tanpa terasa darah terus mengalir. Tanpa dirasa ada luka di kaki kanan. Saya pun memeriksanya. Dan, yang saya lihat saat itu sebongkah luka di kaki kanan saya terbuka lebar membelalak, dan penuh dengan darah berceceran. Saya pun langsung terdiam, hanya bergeming saja.

Baca juga Penyintas Bom Kuningan: Bersyukur Masih Hidup (Bag. 1)

Saya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan. Kala itu saya melihat banyak korban tergeletak di sana. Tadinya saya pikir saya yang pertama memasuki rumah sakit tersebut. Ternyata tidak. Sudah ada banyak korban di sana. Saya langsung diberikan tindakan oleh salah satu dokter di sana. Kala itu saya hanya berzikir dalam hati, “Mengapa dan ada apa? Apa yang terjadi, ya Allah? Kuatkan hati hamba!”
Saya berzikir sambil melihat jarum berbentuk melengkung, sambil merasakan sakitnya jahitan di luka. Saya pun menangis tak kunjung henti. Saya menangis karena teringat anak saya yang sedari malam tak kunjung henti menangis. Dan, saya menangis karena merasa bersyukur masih diberikan kesempatan bertobat.

Setelah dirawat di rumah sakit saya dan suami pulang. Kami pun sampai di rumah. Saat itu saya peluk anak saya. Tak tahan rasanya jika sampai saat itu diambil oleh Allah nyawa ini. Anak saya masih berusia 11 bulan.

Terima kasih, ya Allah, Engkau selamatkan jiwa ini yang penuh dengan dosa. Waktu terus berjalan. Kenangan itu tak mudah kami lupakan. Saya dan suami saling menguatkan, dan saling mengingatkan untuk terus bersyukur karena kami masih diberi keselamatan. Walau hati ini menangis merasakan kepedihan yang mendalam, kami pun berusaha untuk bangkit.


Kami berusaha mendekatkan diri terus kepada Ilahi agar kami diberikan selalu rahmat dan hidayah oleh-Nya. Kami pun terus bergerak dan terus berdoa untuk melupakan peristiwa itu. Kami terus bergerak sampai kami pun bisa melupakan kejadian 9 September 2004, dan kami pun belajar mengambil hikmah atas kejadian tersebut.

Karena ini semua atas izin Allah. Alhamdulillah, waktu terus berlalu dan kami banyak belajar mengambil hikmah dari kejadian tersebut.

Terima kasih, ya Allah!

*Tulisan ini karya Fitri Supriati, korban aksi teror bom di Jl. HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan pada 9 September. Dari musibah yang dialami, dia memahami banyak hikmah dan pelajaran berharga dalam hidup. Pilihan kata dan gaya bahasa dalam tulisan ini murni karya Fitri. Redaksi melakukan beberapa penyesuaian dalam ejaan dan tanda baca atas persetujuan penulis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *