Mahasiswa Bandung
Home Berita Mahasiswa Bandung Serap Ibroh dari Kisah Penyintas
Berita - 11/04/2019

Mahasiswa Bandung Serap Ibroh dari Kisah Penyintas

“Saya tidak ada rasa marah terhadap pelaku pengeboman. Saya hanya memikirkan bagaimana dengan keterbatasan saya sekarang, saya bisa terus berjuang menjadi tulang punggung keluarga dan melanjutkan studi saya untuk membanggakan orang tua.”

Susi Afitriyani

Begitulah semangat ketangguhan Susi Afitriyani yang dibagikan kepada 25 mahasiswa peserta Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Bandung pada 6-7 April 2019. Pipit, sapaan akrab Susi Afitriyani, ialah seorang penyintas aksi terorisme di Kampung Melayu, Jakarta Timur yang terjadi pada 24 Mei 2017 malam.

Pipit mengisahkan, ketika peristiwa terjadi dirinya baru pulang dari kuliah. Ia mengambil kelas karyawan lantaran paginya harus bekerja untuk mencari nafkah. Ia sedang berdiri di tepi jalan di sekitaran Terminal Kampung Melayu, menunggu angkutan umum sembari menelepon orang tuanya yang ada di kampung halamannya, Brebes, Jawa Tengah. Sontak Pipit terkaget karena ledakan keras terjadi di dekatnya. Ia sempat mengira pesawat teleponnya yang meledak, sebelum akhirnya sadar ada orang yang melancarkan serangan bom bunuh diri.

Mahasiswa semester IV Universitas Az-Zahra Jakarta itu sempat merasa sangat terpukul atas musibah yang dialaminya. Ledakan bom menyebabkan luka koyak di lengan hingga bahu bagian belakangnya. Tulang lengan kanannya tak lagi berfungsi normal, meskipun telah dipasang sebuah pen. Ia menitikkan air mata saat mengingat perjuangannya menahan rasa sakit yang luar biasa akibat bom. “Selama di Jakarta saya bekerja sambil kuliah. Saya sengaja tidak ngasih tahu orang tua. Saya inginnya besok kalau sudah mau wisuda baru saya kasih tahu umi saya. Tapi, karena kejadian ini saya merasa sedih karena belum bisa membahagiakan orang tua,” ujarnya.

Segala kepahitan yang Pipit alami tidak lantas membuatnya putus asa untuk mewujudkan cita-cita. Setelah mengambil cuti kuliah selama 2 semester untuk proses pemulihan, kini ia kembali menjalani hari-harinya dengan semangat. Alih-alih menaruh dendam kepada pelaku pengeboman, Pipit memilih memaafkan dan fokus menggapai mimpinya.

Kisah Pipit bukanlah kisah yang biasa. Ketangguhan dan kesabaran Pipit dalam menjalani ketentuan hidup mampu menginspirasi para mahasiswa peserta pelatihan. Salah satu peserta mengungkapkan dirinya merasa mendapatkan ‘ibroh dari kisah Pipit. “Saya merasa tersentak mendengar cerita perjuangan Mbak Pipit. Dengan usia yang masih muda, Mbak Pipit bisa kuliah dengan biaya sendiri. Saya salut dengan Mbak Pipit yang bahkan dalam keterbatasannya ia justru selalu berpikir untuk terus membanggakan orang tuanya. Saya merasa selama ini saya menjadi orang yang tidak bisa bersyukur. Mulai detik ini, saya berjanji pada diri saya sendiri untuk lebih serius kuliah,” kata mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Persis.

Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa diselenggarkan oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dalam rangka mendorong gerakan mahasiswa yang mendukung kelestarian perdamaian di Indonesia. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari Seminar Nasional “Halaqah Perdamaian: Belajar dari Rekonsiliasi Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” yang diselenggarakan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada pertengahan Maret 2019. Sebanyak 25 mahasiswa alumni Seminar Halaqah Perdamaian diundang untuk mengikuti Pelatihan Pembangunan Perdamaian. Mereka berasal dari Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Pasundan, Universitas Muhammadiyah Bandung, Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Universitas Komputer Indonesia, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persis Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Maarif Ciamis, dan Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.

Respons positif terhadap pelaksanaan pelatihan mengalir dari para peserta. Salah satunya dari mahasiswa STAI Al-Maarif Ciamis. Ia mengaku sangat terinspirasi sehingga tergerak untuk bisa ikut menebarkan perdamaian di lingkungan kampusnya. Ia berkomitmen untuk mengajak rekan-rekannya sesama mahasiswa membuat barisan perdamaian.

“Saya sangat bersyukur dan ingin menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih saya kepada AIDA yang telah memberikan saya kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan ini. Dari berbagai kisah korban serta mantan pelaku dan materi-materi yang disampaikan dalam pelatihan ini, saya merasa tergerak untuk ikut menyemai perdamaian. Semangat AIDA mampu menggerakan jiwa saya untuk berbuat sesuatu,” ungkapnya. [LAW]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *