Menyelaraskan Ayat Kauniyah dan Qauliyah
Aliansi indonesia Damai- Kerap muncul anggapan di masyarakat bahwa mempelajari ilmu-ilmu alam, eksakta, dan sosial kurang religius ketimbang mendalami pengetahuan keagamaan. Asumsi salah kaprah yang ahistoris ini mesti lekas diakhiri. Pada hakikatnya mempelajari semua jenis ilmu di atas adalah perintah Allah sebagai bagian dari memahami ayat-ayat-Nya baik yang bersifat qauliyah (tekstual) maupun kauniyah (kontekstual).
Wacana ini dikemukakan oleh Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, kala bertindak sebagai pembicara kunci dalam forum “Seminar Sehari Halaqah Perdamaian: Belajar dari Korban dan Mantan Pelaku” yang diselenggarakan oleh AIDA di Universitas Lampung (Unila), Bandar Lampung, September 2023 lalu.
Imam melandaskan pandangannya dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 191-192, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.”
Dalam hematnya, ayat tersebut sangat populer dan menjadi dasar teologis bagi orang yang suka melakukan refleksi. Bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda. Sayangnya tanda-tanda itu sering kali tidak pernah kita tangkap untuk dijadikan pelajaran.
Secara historis, dalam tradisi intelektual Islam klasik, ada banyak cendekiawan lintas disiplin ilmu. Imam mencontohkan sosok Ibnu Sina yang ahli di bidang kedokteran, filsafat, dan ilmu kalam sekaligus. Nama lain adalah Ibnu Rusyd yang menulis banyak karya di pelbagai bidang seperti filsafat, hukum Islam, dan juga kedokteran.
”Jadi tidak ada itu pembedaan seperti itu. Maka Anda yang ada di Universitas Lampung, apa pun jurusannya, jangan merasa Anda itu tidak agamis hanya gara-gara belajar di sini. Tergantung bagaimana Anda memberi makna, tentang yang Anda pelajari. Dalam bahasa Al-Qur’an, fenomena alam itu sunatullah,” tuturnya.
Imam menegaskan, saat ini yang harus dilakukan di kalangan akademisi adalah mengintegrasikan ilmu-ilmu agar bisa saling mengisi, baik itu dasarnya ayat-ayat qauliyah maupun ayat-ayat kauniyah.
Lebih jauh Imam menerangkan, pembelahan tersebut berdampak dalam praktik kehidupan keseharian, di mana banyak orang kesulitan untuk mendamaikan antara perintah yang termaktub dalam Al-Qur’an atau sunah dengan situasi kekinian. Ia mencontohkan, ketika pandemi covid-19 melanda, muncul edaran dari pemerintah agar umat beragama tidak menjalankan ibadah secara berjamaah untuk menghindari penularan.
Faktanya banyak orang yang membandel dengan berpegangan bahwa ibadah berjamaah tersebut adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. ”Jadi harus dilihat konteksnya, tidak bisa koprol bambu semuanya itu,” katanya.
Kegiatan ini diikuti oleh puluhan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Bandar Lampung dan sekitarnya. AIDA menghadirkan narasumber dari unsur korban terorisme dan mantan pelaku terorisme yang telah bertobat. Kisah mereka adalah bagian dari ayat kauniyah yang layak dipelajari sebagai bekal untuk membangun karakter ketangguhan di kalangan generasi muda. [CN-MSY]