Maryam Gul
Home Inspirasi Aspirasi Damai Maryam Gul, Potret Ketangguhan Korban Teror Christchurch
Aspirasi Damai - 16/04/2019

Maryam Gul, Potret Ketangguhan Korban Teror Christchurch

Peristiwa penembakan yang terjadi di Christchurch, Selandia Baru yang dilakukan oleh seorang esktrimis kulit putih mengejutkan dunia. Pasalnya, aksi teror itu terjadi di negara yang menyandang predikat negara paling aman dan damai di dunia. Sebanyak 50 orang tewas dalam peristiwa nahas itu. Kematian mereka meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.

Luka itu dirasakan oleh seorang wanita muslimah asal Pakistan bernama Maryam Gul. Ia kehilangan seorang saudara kandung beserta kedua orang tuanya dalam peristiwa itu. Maryam yang saat ini tinggal di Karachi, Pakistan harus kuat menerima kenyataan hidup bahwa keluarga yang sangat ia cintai sudah tiada, tanpa ada satu pun yang bisa terselamatkan. Dalam wawancara dengan BBC News di Karachi, ia bercerita bagaimana keluarganya bisa berada di Selandia Baru.

Saudara laki-lakinya, Zeeshan pindah ke Selandia Baru untuk bekerja sejak empat tahun yang lalu. Pria lulusan teknik mesin ini pindah ke Auckland pada 2014 dengan status sebagai warga tetap (permanent citizen). Setelah lebih kurang empat tahun tinggal di Auckland, ia kemudian pindah ke sebuah rumah di dekat Masjid Al Noor Christchurch beberapa hari sebelum tragedi. Masjid yang terletak di Deans Avenue itu sendiri merupakan satu dari dua lokasi yang disasar pelaku penembakan.

Adapun orang tua Maryam sebenarnya tinggal di Karachi bersamanya. Hanya beberapa hari sebelum kejadian, keduanya bepergian ke Selandia baru untuk mengunjungi Zeeshan. “Mereka semua keluarga saya. Saya hanya punya satu saudara, satu ayah, dan satu ibu. Kedua orang tua saya harusnya sudah balik ke Pakistan bulan depan,” ungkap Maryam.

Namun, takdir berkata lain. Maryam sangat terkejut ketika mengetahui ia tidak akan dapat berkumpul lagi bersama keluarganya.

Pada saat kejadian, ketiga anggota keluarga Maryam berada di lokasi penembakan dan masuk ke dalam daftar 50 korban jiwa dari tragedi paling berdarah dalam sejarah Selandia Baru. “Di dunia ini, saya telah kehilangan semua anggota keluarga saya,” ucap Maryam dengan mata berkaca-kaca.

Maryam sempat tidak menyangka mengapa tidak ada seorang pun dari keluarganya yang selamat. Perasaannya menjadi campur aduk. Menghadapi kenyataan itu, ia berusaha untuk menguatkan hati dan mengikhlaskan kepergian orang-orang yang paling ia cintai. Ia memang telah kehilangan keluarga, namun ia percaya meski sekarang hidup sebatang kara, Tuhan akan selalu hadir menyertainya.

Maryam mengaku awalnya marah dan ingin agar pelaku dihukum seberat-beratnya. Ia tidak habis pikir mengapa ada orang yang sampai tega berbuat sekeji itu. Akan tetapi, lambat laun ia mulai sadar bahwa kemarahan dan kebencian tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw. “Saya baru menyadari bahwa itu (amarah) bukanlah sunnah dari Nabi saya. Beliau pernah memaafkan orang-orang yang telah membunuh keluarganya,” terangnya.

Ketabahan hati yang dibangun Maryam tidak hanya membuatnya ikhlas akan kepergian orang tua dan saudaranya, namun juga memunculkan harapan agar di masa depan tidak ada lagi pihak yang melancarkan aksi teror. Ia bahkan mendoakan kebaikan untuk pelaku. “Saya harap si pelaku menjadi muslim suatu hari nanti, lalu bertobat dan menyadari kesalahannya. Dengan begitu ia bisa menyadari betapa Islam itu sesungguhnya adalah agama yang damai,” kata dia.

Maryam Gul menjadi inspirasi bagi dunia, bahwa seorang muslim mesti mengedepankan kesabaran dan ketangguhan dalam menghadapi cobaan dan tantangan. Kebesaran hati Maryam untuk memaafkan orang yang telah menzaliminya turut menjadi bunga harapan akan terwujudnya perdamaian, sekaligus terputusnya rantai permusuhan.

Oleh: Farouq Arjuna Hendroy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *