Syamsi Fahrul Korban Bom Kuningan 2004
Home Suara Korban Syukur, Kiat Penyintas Berdamai dengan Keadaan
Suara Korban - 18/04/2019

Syukur, Kiat Penyintas Berdamai dengan Keadaan

“Di sebelah saya ada beberapa anggota Brimob gosong. Di ruangan itu alhamdulillah cuma saya yang masih bisa bernafas. Alhamdulillah hanya perut saya yang robek sehingga usus saya keluar. Saya bersyukur masih bisa selamat. Ini adalah jalan yang memang dipilihkan Allah untuk saya dan saya yakin itu yang terbaik.”


Syamsi Fahrul, penyintas aksi teror bom di depan Kedutaan Besar Australia 2004

Begitulah penggalan kisah dari Syamsi Fahrul, seorang penyintas aksi teror bom di depan Kedutaan Besar Australia 2004 silam dalam sebuah kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Bandung sepekan lalu. Syamsi menceritakan kisahnya dengan gaya yang santai, tanpa beban, bahkan dia bisa mengemas ceritanya dengan selingan humor. Ia mampu membawakan kisah dari sebuah tragedi seolah dalam balutan black comedy, renyah dan mengundang tawa para pendengar meskipun sesungguhnya pengalamannya pahit. Kekayaan batin yang dimiliki Syamsi mencerminkan ketangguhannya dalam menyikapi cobaan dalam hidup.

Sebelum peristiwa terjadi, pemuda asal Jakarta ini tak pernah membayangkan akan menjadi korban bom. Ledakan bom terjadi sekitar pukul 10.00 pagi ketika Syamsi sedang bertugas sebagai petugas keamanan di kantor Departemen Pengusaha Kecil Menengah (sekarang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia). Kantor Syamsi terletak tepat di depan Kedutaan Besar Australia di Jl. HR Rasuna Said Jakarta Selatan. Saat itu dia sedang berjaga di pintu keluar, melakukan pengaturan lalu lintas karena beberapa menit sebelum ledakan mobil menteri keluar dari kantor pemerintah tersebut.

Saat bom meledak, seketika Syamsi tiarap. Serpihan bom menyasar ke tubuhnya hingga perutnya sobek. Dalam kondisi terjatuh dia mencoba merangkak mencari pertolongan sambil menutupi ususnya yang keluar. Ia mengaku beruntung karena salah seorang teman memberikan pertolongan, memapahnya berjalan menuju Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC).

Akibat ledakan itu, Syamsi mengalami luka parah di bagian perut. Di dalam perutnya terdapat material besi dari mobil boks yang meledak. Ususnya terpaksa harus dipotong sepanjang 10 cm. Selama sebulan penuh Syamsi mendapatkan perawatan khusus. Ia harus memakan makanan yang serba lembut karena masalah pada usunya. “Nasi dijus jadi bubur, sayur dijus juga, wah, nggak enak dah pokoknya,” ujarnya.

Penderitaannya tidak berhenti sampai di situ. Tiga bulan setelahnya, Syamsi masih harus melakukan operasi lagi karena luka di perutnya mengalami infeksi. Oleh dokter ususnya kembali dipotong sepanjang 10 cm. Raut muka Syamsi tidak sedikit pun menampakkan kesedihan dan trauma ketika menceritakan hal tersebut. “Ya, awalnya dipotong 10 cm, tiga bulan selanjutnya dipotong lagi 10 cm. Ya, alhamdulillah ada hikmahnya sih sebenarnya, sekarang saya kalau makan jadi cepat kenyang, irit bahan bakar gitu, alhamdulillah jadi hemat,” ujarnya.

Syamsi selalu menyelipkan rasa syukur dengan mengucap alhamdulillah di setiap kisah yang coba ia bagikan meskipun kisah hidupnya sesungguhnya mampu menyayat hati orang-orang yang mendengarnya. Tidak terhitung berapa banyak kata alhamdulillah yang selalu ia selipkan dalam ceritanya. Hal tersebut menunjukkan sosok Syamsi yang selalu bersyukur dengan apa pun yang dia alami. Syamsi adalah satu dari sekian orang yang dianugerahi kelapangan hati yang luar biasa.

Terkait biaya pengobatan, Syamsi mengaku sangat bersyukur karena mendapat bantuan dari Pemerinta Provinsi DKI Jakarta dan pihak Kedutaan Australia. Ia pun sempat ditawari untuk medapatkan perawatan di Singapura akan tetapi pihak keluarga tidak menyetujuinya. “Saya sempat mau dibawa ke Singapura waktu itu, tapi ibu saya menolak. Katanya, kalau saya mati di Singapura, tahlilan-nya susah,” katanya berkelakar.

Setelah menjalani proses pemulihan, tahun 2005 Syamsi mulai kembali masuk kerja. Ia mengatakan ada banyak hikmah dari kejadian yang dialaminya. Meskipun terkena musibah ia merasakan bahwa nikmat yang diberikan kepadanya justru berlipat-lipat. Selain dukungan moral dari atasan dan koleganya, ia juga tetap mendapatkan gaji utuh selama berhalangan bekerja untuk menjalani perawatan. Posisinya juga menjadi lebih baik, tidak lagi ditempatkan di lapangan tetapi dipindahkan masuk ke dalam gedung. Tahun 2007 ia menuruti saran rekan-rekannya untuk melanjutkan kuliah. Selanjutnya di tahun 2009, dia mendapatkan kesempatan lolos seleksi menjadi aparatus sipil negara di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.

Meskipun mengaku sempat marah terhadap pelaku aksi pengeboman, seiring berjalannya waktu, Syamsi lebih memilih untuk menerima keadaan dan memaafkan. Ia tidak menyimpan amarah atau pun dendam. “Dulu saya memang marah dan emosi, apalagi waktu itu saya masih muda. Tapi saat ini saya menyadari bahwa mungkin pelaku sebagaimana manusia yang lain, bisa saja salah memilih jalan, salah pengertian terhadap suatu paham,” katanya.

Atas segala kejadian yang menimpanya, Syamsi merasa dirinya justru menjadi manusia yang lebih banyak bersyukur. “Garis jalan hidup manusia telah ditentukan porsinya masing-masing. Kalau kita marah, yang rugi adalah diri kita sendiri. Kita jadi nggak enak menjalani hidup dan nggak ikhlas. Itu kan sudah takdir yang telah ditetapkan. Jangan sampai kita mencela takdir Allah. Kalau Tuhan memberi cobaan saya begitu, ya itulah memang yang dipilihkan kepada saya. Hikmahnya memang saya jadi lebih banyak bersyukur karena di antara korban-korban di UGD hanya saya yang masih hidup hingga sekarang. Saya yakin dengan cobaan ini hidup saya akan lebih baik.”

Ayah dua anak ini juga berharap tidak ada lagi orang-orang yang mengalami masa kelam seperti yang dihadapinya atau korban-korban bom lainnya. Ia menginginkan Indonesia menjadi rumah yang damai untuk semua masyarakatnya. Dalam kegiatan AIDA di Bandung, Syamsi berpesan kepada para mahasiswa yang hadir agar lebih berhati-hati dalam mencari teman dalam pergaulan serta tidak terjerumus terhadap paham-paham esktremisme. [LADW]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *