28/05/2022

Obituari Buya Syafi’i
Selamat Jalan, Sang Pencerah!

Indonesia kembali kehilangan salah satu warga terbaiknya, Buya Syafi’i Ma’arif. Sang Guru Bangsa wafat di tengah situasi makin menggejalanya tantangan perdamaian di masyarakat akibat menjamurnya ujaran kebencian, berita palsu, juga propaganda paham ekstrem, baik di dunia nyata maupun maya.

Semasa beliau masih sugeng (sehat wal afiat), dalam berbagai kesempatan, gagasannya tentang perdamaian bak taufan yang membadai di belantara media. Bahkan di era media sosial yang terasa makin liar, beberapa kutipan yang menyejukkan dari ucapan atau tulisan beliau coba diviralkan oleh segenap masyarakat yang peduli terhadap kedamaian di negeri tercinta ini.

Wabil khusus saat beliau mengomentari anomali segelintir orang yang rela melakukan aksi bom bunuh diri, Buya begitu garang. Setidaknya ketika Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2000-2005 itu berbicara dalam sebuah kegiatan AIDA di Surakarta pada Maret 2018 lalu.

Dalam hematnya, ideologi yang dianut para teroris adalah “berani mati tapi tidak berani hidup.” Ya, pelaku teror -termasuk para pendukung dari paham ini- dalam pandangan beliau sudah sedemikian putus asa menghadapi tantangan kehidupan, sehingga terlena dengan rayuan para ideolog teroris yang selalu membajak ajaran luhur agama demi membenarkan perilaku tak manusiawi mereka.

Terkait klaim para teroris yang menyebut aksi mereka terdorong atas motivasi agama dan keyakinan, Buya Syafii mengatakan, tindakan kekerasan yang dilakukan justru menodai dan membunuh agama itu sendiri.

AIDA barangkali salah satu bagian dari elemen bangsa yang sungguh beruntung merasakan kebesaran sosok Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif. Sejak awal berdiri pada 2013, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta itu berkenan menjadi “payung” bagi AIDA dalam melancarkan kerja-kerja pembangunan perdamaian di Indonesia melalui kisah inspiratif dari penyintas dan mantan pelaku terorisme. Selama kurang lebih 9 tahun AIDA berkarya untuk mengupayakan Indonesia yang lebih damai, Buya Syafi’i menduduki jabatan sebagai Pelindung AIDA.

Terkait kerja AIDA yang mengupayakan terjadinya islah di antara korban dan mantan pelaku terorisme, tokoh nasional yang sering menyebut diri sebagai Si Anak Kampung dari Sumpur Kudus Sumatera Barat itu menegaskan, “Humanity is one.”

Dalam pandangannya, rekonsiliasi antara mantan pelaku dan korban terorisme adalah contoh konkret dari kemanusiaan. Al-Qur’an sendiri, kata dia, juga memerintahkan manusia agar memelihara sifat kemanusiaan yang manusiawi. Menyatukan atau mengupayakan rekonsiliasi antara korban terorisme dan mantan pelaku, lanjut beliau, “adalah salah satu bentuk nyata dari humanity is one.

Selamat jalan, Sang Pencerah,
Sang Guru Bangsa yang selalu istikamah,
Sang Pegiat Perdamaian yang tak kenal lelah,
Selamat jalan, Buya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *