4 days ago

Liputan Korban Sebagai Sarana Edukasi Antikekerasan

Aliansi Indonesia Damai- AIDA menyelenggarakan Short Course Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme bagi awak media nasional di Jakarta pada Sabtu-Minggu (7-8/09/2024). Sebanyak 26 jurnalis dari sejumlah media massa berpartisipasi mengikuti pelatihan. Pelatihan menghadirkan anggota Dewan Pers, Asep Setiawan sebagai salah satu narasumber.

Asep mengapresiasi AIDA yang berupaya mengembangkan kapasitas, meningkatkan kualifikasi dan profesionalitas jurnalis tanah air dalam rangka peliputan isu terorisme. Berdasarkan pengalaman dirinya saat dahulu masih bertugas di lapangan meliput aksi terorisme, ia menyadari aksi terorisme menimbulkan trauma bagi korban maupun masyarakat sekitar. “Saya pernah meliput peristiwa Bom Bali 2002 dan menyaksikan langsung aksi Bom London 2005,” ujar Asep.

Asep menyatakan Dewan Pers telah memiliki Pedoman Liputan Terorisme Nomor 1 Tahun 2015 yang menekankan aspek kekorbanan dalam liputan terorisme. Menurutnya, liputan terorisme harus mengandung aspek empati dan edukasi serta menghindari sensasionalitas dan tidak menimbulkan tekanan bagi korban.

“Jangan sampai korban merasa terancam dan merasa menjadi komoditi. Liputan terorisme harus bersifat mendidik, bukan hanya memberikan informasi. Terpenting liputan harus dalam framing NKRI, menghargai keberagamaan, dan jangan sampai membuat disinformasi yang membuat korban berjatuhan lebih lanjut,” ujar Asep.

Ia menegaskan liputan aksi terorisme yang masih menimbulkan kengerian justru menjadi corong suara bagi kelompok teror yang memang ingin menyebarkan ketakutan massal kepada masyarakat. Menurutnya, liputan tersebut harus dihindari.

Asep menyarankan jurnalis untuk fokus pada perspektif korban. Liputan korban terorisme, kata dia, adalah liputan yang tidak mengenal waktu. Liputan korban tidak harus menunggu peristiwa terjadi, namun bisa dilakukan secara berkala.

“Media tetap meliput kekorbanan secara berkala seperti peringatan peristiwa dan memberi edukasi. Intinya terletak pada bagaimana kita meramu cerita kekorbanan menjadi kemasan pendidikan,” terang Asep.[FAH]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *