Home Pilihan Redaksi Penyintas Bom Bali 2002 Bertutur
Pilihan Redaksi - Suara Korban - 14/01/2025

Penyintas Bom Bali 2002 Bertutur

Pulau Dewata merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain alamnya yang indah, Bali juga terkenal dengan masyarakatnya yang ramah, aman, dan damai. Namun pada 12 Oktober 2002, Bali sempat terguncang oleh serangan teror bom. Tragedi kemanusiaan itu merenggut ratusan nyawa manusia, mencederai ratusan orang lainnya, dan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Gusti Ketut Nurdiada, salah satu korban dari peristiwa tersebut, menuturkan kembali peristiwa kelam itu dalam kegiatan AIDA di Bandung beberapa waktu silam. Kala itu, Gusti bekerja sebagai Manajer Paddy’s Pub. Sekira pukul 11 malam, pengunjung mulai berdatangan. Ia lantas memerintahkan salah satu pegawai tempat hiburan itu untuk mulai memainkan musik.

Tak berselang lama, ledakan terjadi. Gusti terpental dan merasa dirinya terbang sebelum terbanting ke lantai. Sempat melihat suasana yang kacau balau dan teriakan orang minta tolong, Gusti lantas tak sadarkan diri. Ia baru siuman keesokan harinya dan mendapati dirinya telah dirawat di rumah sakit dengan didampingi istrinya.

Pria asli Bali itu kehilangan salah satu giginya, menderita kerusakan tulang ekor, dan saraf belakangnya rusak. Sore harinya, dalam kondisi tubuh yang masih sangat lemah, ia dibopong oleh polisi untuk bertemu pejabat tinggi negara yang mengunjungi lokasi ledakan. Itu menjadi momentum yang sangat mengesalkan dalam kehidupan Gusti.

Setahun lebih Gusti menjalani rawat jalan untuk pemulihan cedera fisiknya. Ia juga telah kembali beraktivitas dan bekerja seperti sedia kala. Namun tiba-tiba ia kembali merasakan sakit bahkan sampai tidak bisa berjalan. Pemeriksaan medis menunjukkan, ada urat sarafnya yang terjepit. Dengan dibiayai oleh pemerintah Australia, ia diterbangkan ke Negeri Kanguru untuk menjalani pengobatan.

Menurut Gusti, andai ledakan itu terjadi pada dini hari, kemungkinan korban yang jatuh akan lebih banyak. Pasalnya, saat malam semakin larut, biasanya pengunjung di tempatnya bekerja justru kian ramai.

Kini kondisi fisik Gusti memang tak lagi seprima dulu. Namun ia telah menerima kondisi itu. Ia bersyukur mendapatkan banyak dukungan dari teman-temannya yang kerap mengingatkan agar tidak perlu terlalu dalam memikirkan kejadian masa lalu dan lebih fokus menjalani kehidupan sekarang.

Ia juga enggan menyimpan dendam dan kebencian kepada para pelaku. Baginya semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, termasuk dirinya yang tidak bersih dari dosa. Ia hanya berharap agar tak ada lagi aksi-aksi teror yang menimbulkan jatuhnya korban. “Bagaimana jika posisi dibalik, pelaku jadi korban, tentu menolak,” katanya.

Berpijak dari pengalamannya, Gusti berpesan agar siapa pun yang sedang dilanda problem besar, maka jangan dibesar-besarkan supaya tetap bisa berpikir positif untuk melangkah ke depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *