Korban Harus Diberdayakan
Dalam beberapa waktu terakhir, ada desakan yang cukup kuat dari banyak pihak (termasuk para ahli) agar para korban terorisme dilibatkan secara lebih optimal dalam upaya membangun Indonesia yang lebih damai, khususnya dari sadisme terorisme.Apalagi upaya-upaya operasi antiteror yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat selama ini justru acap menimbulkan persoalan baru, alih-alih mengatasi persoalan kekerasan seperti terorisme.
Pada edisi kali ini, Suara Perdamaian akan membincang tema seputar perdamaian dan peran korban terorisme dalam membangun Indonesia damai. Narasumber kita adalah Sosiolog di Universitas Indonesia (UI) dan Pembina Aliansi Indonesia Damai (AIDA), yaitu Bapak Imam Prasodjo. Berikut petikan wawancara Suara Perdamaian dengan beliau di rumahnya beberapa waktu lalu.
Apa pandangan Bapak tentang peran korban terorisme dalam membangun Indonesia damai?
Saya berpandangan, mereka (para korban) sangat penting untuk dilibatkan secara optimal dalam upaya membangun Indonesia yang damai, khususnya dari aksi-aksi terorisme. Karena sesungguhnya para korbanlah yang lebih mengetahui (dan saya yakin) juga lebih ahli dalam persoalan ini. Mengingat mereka telah merasakan langsung dampak kejahatan dari terorisme. Sementara pihak-pihak lain hanya menduga-duga.
Terus terang, peran inilah yang membuat saya terpanggil untuk berjuang bersama dengan teman-teman korban selama ini, termasuk saya bersedia menjadi Pembina AIDA. Karena di lembaga seperti AIDA, teman-teman korban benar-benar didorong, didampingi dan difasilitasi agar bisa ikut berperan dalam membangun Indonesia yang lebih damai.
Hal yang tidak diketahui banyak orang adalah, bahwa melibatkan para korban itu tidak semudah mengundang narasumber pada umumnya yang memang sudah biasa presentasi. Para korban itu bermacam-macam, baik secara pendidikan, secara ekonomi, pergaulan dan yang lainnya.Makanya, melibatkan mereka dalam membangun Indonesia damai syaratnya harus memberdayakan terlebih dahulu. Inilah yang kerap diabaikan oleh banyak pihak selama ini. Mereka hanya maunya yang sudah jadi.
Menurut Bapak, pemberdayaan seperti apa yang sangat dibutuhkan oleh para korban?
Tentu saja banyak macamnya juga. Karena seperti yang saya sampaikan sebelumnya, para korban itu terdiri dari latar belakang sosial, pendidikan dan pergaulan yang berbeda-beda. Oleh karenanya, pemberdayaan yang dibutuhkan kurang lebih sama banyaknya (dari segi macam) dengan macam-macam latar belakang mereka itu.
Saya sadar, mungkin tidak semua korban langsung diberdayakan secara serentak.Tapi paling tidak, ada skala prioritas yang bisa kita gunakan untuk memulai kerja besar ini.
Sebagai contoh, pemberdayaan ini kita mulai dari bantuan beasiswa bagi anak-anak korban yang berprestasi (misalnya). Ini kan tentu luar biasa. Di saat anak-anak itu harus tertatih-tatih di sekolah karena ada anggota keluarganya yang menjadi korban bom, kemudian ada program pemberdayaan seperti ini yang menopang semangat dan perjuangan mereka. Inikan luar biasa. Hingga anak-anak itu tidak menjadi korban lanjutan dari aksi terorisme yang telah menimpa orang tua maupun anggota keluarganya yang lain.
Bagaimana dengan Ketersediaan data? Mengingat program seperti inikan membutuhkan data?
Data itu memang mungkin agak sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Setidak-tidaknya para korban bisa didatangi kewilayah atau rumahnya.Toh mereka masih bisa dihubungi.
Terus terang, sebagai Pembina saya sangat mendukung dan mendorong agar AIDA segera melakukan program pemberdayaan ini, termasuk bantuan beasiswa untuk anak-anak korban yang berprestasi. Bahkan kalau ada, anak yang tidak berprestasi juga dikasih beasiswa. (Hasibullah)[SWD]