Home Berita RI Ajak Negeri Jiran Patroli
Berita - 29/04/2016

RI Ajak Negeri Jiran Patroli

POLKAM HAM

Usul Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mengadakan patroli bersama di perairan bebas mendapatkan respons positif dari Presiden Joko Widodo. Pekan ini, Presiden mengundang Filipina dan Malaysia untuk merealisasikan gagasan tersebut.

Menurut Presiden, pemerintah dengan panglima angkatan bersenjata dan menteri luar negeri kedua negara akan membahas pengamanan regional dari pembajakan. Topik pembahasan termasuk upaya pembebasan 14 warga negara Indonesia (WNI) yang masih disandera kelompok bersenjata di Filipina.

“Akan membuat patroli bersama. Memastikan bahwa jalur di kawasan itu betul-betul aman. Enggak mungkin hal seperti ini terus-terusan terjadi,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, kemarin (Selasa, 26/4).

Presiden mengaku terus mengikuti perkembangan operasi yang dilakukan untuk pembebasan sandera. Pemerintah menginginkan sandera segera dilepas. “Namun, persoalan itu tidak mudah. Kita tahu kemarin sandera sudah dipindah lagi ke tempat yang lain. Pindah-pindah sandera juga menyulitkan kita. Tapi insya Allah segera kita selesaikan,” ujarnya.

Jokowi menambahkan, hingga saat ini Indonesia tidak bisa masuk ke kawasan Filipina untuk ikut dalam upaya pembebasan. Militer Indonesia membutuhkan izin jika ingin masuk ke wilayah Filipina.

“Pemerintah (Filipina) juga harus mendapatkan persetujuan dari parlemen. Ini memang sangat menyulitkan kita,” tutur Presiden.

Di kesempatan terpisah, Wapres mengingatkan semua pihak tentang pentingnya kewaspadaan menghadapi kelompok teroris Abu Sayyaf dan afiliasi mereka. Terlebih kelompok tersebut baru saja mengeksekusi sandera berkewarganegaraan Kanada di Filipina. “Tentu harus kita waspadai juga. Jangan terjadi pada warga kita,” ujar JK di Jakarta, kemarin.

Hak korban

Upaya menangkal aksi terorisme juga tengah digiatkan di dalam negeri, antara lain melalui penguatan penindakan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Namun, draf revisi dinilai belum memasukkan perspektif korban terorisme.

Menurut Direktur Aliansi Indonesia Damai (Aida) Hasibullah Satrawi revisi UU Antiterorisme seharusnya memasukkan mekanisme pemberian kompensasi yang jelas.

“Kalau korban meninggal, seperti apa kompensasinya? Apakah dia tulang punggung keluarga atau anak-anak? Itu harus segera diberikan. Tidak perlu menunggu putusan pengadilan. Di sisi lain, peran korban dalam aspek deradikalisasi pun tidak boleh dikesampingkan,” ujar Hasibullah saat berkunjung ke Kantor Media Indonesia, Kebon Jeruk, Jakarta, kemarin. (Deo/P-1)[AM]

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/read/42630/Berita ini ditulis oleh Rudy Polycarpus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *