Menumbuhkan Semangat Perdamaian di Kalangan Pelajar
“Di sini damai, di sana damai, di mana-mana hatiku damai,” riuh semangat para pelajar membahana di aula SMA Mathlaul Anwar Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, siang itu. Tak kurang dari 200 siswa dari empat sekolah berkumpul di sana guna mengikuti Seminar Kampanye Perdamaian “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” pada Rabu (30/11/2016).
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dan didukung oleh Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kegiatan selama setengah hari itu para peserta mendapatkan pengalaman berharga tentang arti penting perdamaian serta kiat menjadi generasi yang tangguh.
Di antara yang berkesan bagi para peserta adalah ketika mereka mendengarkan pemaparan materi dari Tim Perdamaian, yang terdiri dari korban dan mantan pelaku terorisme. Pada kesempatan tersebut anggota Tim Perdamaian yang hadir adalah Atot Ruhendar, korban ledakan Bom JW Marriott 2003, dan Iswanto, mantan anggota kelompok teror.
Secara bergiliran Atot dan Iswanto berbagi kisah pengalaman hidup mereka pada masa lalu hingga kini menjadi Tim Perdamaian. Iswanto menceritakan liku-liku saat bergabung dengan kelompok kekerasan dan teror. Akibat melangkah di dunia kekerasan, pendidikannya sempat terbengkalai dan interaksinya dengan keluarga dibatasi. Setelah beberapa waktu Iswanto menyadari kekeliruan cara berpikir kelompoknya yang menganjurkan cara-cara kekerasan demi kepentingan sendiri.
“Setelah keluar dari kelompok itu saya melanjutkan studi. Saya ikuti ujian Kejar Paket C untuk mendapatkan ijazah setara SMA, lalu saya kuliah dan saya lanjut lagi sampai jenjang S2,” ujar Iswanto yang disambut tepuk tangan meriah dari para peserta.
Kisah hidup Atot saat bangkit dari keterpurukan akibat teror Bom JW Marriott 2003 juga memiliki kesan tersendiri bagi para siswa. Saat mengisahkan pengalamannya menjadi korban bom, Atot berusaha kuat untuk tidak larut dalam kesedihan.
Dari ledakan bom di Hotel JW Marriott, Atot menderita luka bakar serius di seluruh badan. Ia sempat dirawat beberapa bulan di rumah sakit. Kendati terluka dan kondisi kulitnya tidak kembali sempurna, ia mengaku tidak mendendam para teroris. Baginya, perasaan diri yang tidak bisa mengikhlaskan kejadian yang telah berlalu akan semakin memberatkan hidup.
Dalam forum seminar, Iswanto mengucapkan permintaan maaf kepada Atot sebagai salah satu korban teror di Indonesia. Atot pun berbesar hati memaafkan Iswanto. Disaksikan para siswa, Iswanto memeluk dan menjabat tangan Atot. Riuh tepuk tangan pun membahana.
“Pengalaman hidup dari Pak Iswanto dan Pak Atot menurut saya sangat menginspirasi saya dan teman-teman untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, dan juga tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan,” kata salah satu peserta dari SMAN 11 Pandeglang.
Peserta lain mengaku mendapatkan pemahaman baru tentang makna ketangguhan. “Menjadi tangguh itu artinya kita berani mengakui kesalahan, kemudian meminta maaf atas kesalahan kita itu kepada orang lain, dan setelah itu kita harus bisa memperbaiki kesalahan itu. Apabila teman kita berbuat salah, kita juga harus bisa memaafkan dia,” ujar peserta dari SMAN 3 Pandeglang.
Seminar Kampanye Perdamaian “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” diikuti oleh 200 siswa dari SMA Mathlaul Anwar Menes, SMAN 4, SMAN 11 dan SMAN 3 Pandeglang. Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menumbuhkan semangat persaudaraan dan perdamaian di kalangan para pelajar guna menghindarkan generasi muda dari kekerasan. (MLM) [SWD]