Home Suara Korban Memaafkan untuk Membangun Indonesia Damai
Suara Korban - 18/01/2017

Memaafkan untuk Membangun Indonesia Damai

Namanya Iswanto Kasman. Pria asal Wonogiri, Jawa Tengah itu sedang bekerja di Kedutaan Besar Australia di Jakarta saat ledakan bom terjadi di Jl. HR Rasuna Said kawasan Kuningan, 9 September 2004. Saking kuatnya ledakan, dia terpental hingga empat meter, serpihan logam dan kaca menancap di sekujur tubuh dan mata sebelah kanan tak terselamatkan.

Ayah dua anak ini harus menjalani beberapa kali operasi pengambilan benda-benda asing yang tertanam di badan akibat ledakan bom. Selain itu, dia juga menjalani terapi untuk menyesuaikan diri hidup dengan indra penglihatan yang tak lagi sempurna.

Setahun setelah mengalami ledakan bom, Iswanto Kasman dihadirkan sebagai saksi persidangan pelaku teror Bom Kuningan. Secara fisik Iswanto menyatakan tidak ada ketakutan kalau harus bertemu pelaku, namun dia mengakui secara mental ada perasaan yang menggejolak lantaran akibat serangan itu ia dan rekan-rekannya mengalami cacat permanen dan terancam tak bisa bekerja lagi.

“Dalam sidang itu saudara terdakwa menjabat tangan saya dan meminta maaf. Saya sempat terdiam cukup lama. Memang tidak diwajibkan saya menjawab permintaan maaf itu, tapi akhirnya muncul juga dari perasaan hati saya bahwa manusia tidak luput dari salah,” ujarnya dalam Pelatihan “Belajar Bersama Menjadi Guru Damai” yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Yogyakarta, Mei 2016.

Dia mengatakan, memaafkan pelaku kejahatan adalah tantangan yang tidak mudah. Dibutuhkan kekuatan mental yang luar biasa besar bagi korban untuk menghadapi apalagi memaafkan orang yang telah menyebabkan diri atau orang-orang tercintanya menderita.

Satu dekade lebih berlalu, Iswanto dihadapkan lagi dengan pengalaman serupa, yaitu bertemu orang yang pernah terlibat dalam kelompok teror. “Dalam kegiatan AIDA di Tangerang Selatan saya dipertemukan dengan Pak Ali Fauzi,” kata dia. Ali Fauzi ialah mantan anggota jaringan teroris internasional dan sempat mengenyam pelatihan militer di wilayah Filipina Selatan.

Meskipun Ali Fauzi tidak terlibat dalam aksi teror yang menimpanya, namun tetap tak mudah bagi Iswanto untuk bertemu. Sebagian pelaku teror Bom Kuningan tak lain adalah murid atau rekan Ali Fauzi dahulu ketika masih tergabung dengan kelompok teror. “Tapi tekad saya bulat, ini untuk perdamaian, dan alhamdulillah setelah kami berproses, dua hari kami berbagi cerita, berbagi perasaan, kami berdamai dan menyuarakan perdamaian,” ungkapnya.

Setelah terjalin rekonsiliasi korban dan mantan pelaku tersebut, Iswanto dan Ali Fauzi melakukan kampanye perdamaian kepada generasi muda di daerah Tangerang Selatan. Mereka mengajak generasi muda bangsa selalu menanamkan budaya cinta damai serta menghindari kekerasan dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan. (MLM)[SWD]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *