Yuni Arsih, korban tak langsung dari aksi teror Bom Kuningan 2004
Home Berita Kisah Korban Inspirasi Ketangguhan Siswa di Probolinggo
Berita - 16/05/2019

Kisah Korban Inspirasi Ketangguhan Siswa di Probolinggo

Aliansi Indonesia Damai- Akhir April 2019 lalu Aliansi Indonesia Damai (AIDA) menyelenggarakan acara Dialog Interaktif bertajuk Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh di SMKN 1 Probolinggo, Jawa Timur. Kegiatan bertujuan untuk menggenjot semangat para pelajar agar senantiasa menanamkan ketangguhan dalam menjalani kehidupan. Tak kurang dari 50 siswa di sekolah tersebut mengikuti kegiatan sejak awal hingga akhir.

Dialog Interaktif menghadirkan korban dan mantan pelaku terorisme untuk berbagi semangat ketangguhan kepada para peserta. Choirul Ihwan, mantan narapidana kasus terorisme, berkisah tentang pengalamannya bergabung dengan organisasi teroris sebelum akhirnya sadar dan meninggalkan dunia kekerasan. Ia menceritakan bahwa sejak memutuskan bergabung dengan kelompok ekstrem hubungannya dengan keluarga menjadi renggang, bahkan hampir putus silaturahmi. Pada titik yang paling ekstrem, ia menganggap orang tua dan saudara-saudaranya kafir lantaran tidak sejalan dengan pemahaman keagamaannya. Sampai ibundanya jatuh sakit hingga meninggal dunia, Choirul pun tak sempat mendampingi.

Kejadian itu membuat Choirul terpukul. Ia menyesal dan merasa sangat berdosa kepada sang ibu. Dari titik itu secara perlahan ia menyadari sikap dan paham keagamaannya selama ini terlalu berlebihan. Ia pun mulai kritis terhadap doktrin agama yang diajarkan kelompoknya, kemudian secara perlahan meninggalkannya. Tekadnya menjauhi paham dan gerakan ekstrem semakin kukuh setelah mendapatkan kunjungan AIDA bersama korban terorisme saat ia masih menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.

”Saya mendapatkan kunjungan dari Jakarta. Waktu itu Bapak Hasibullah Satrawi datang bersama salah satu korban bom Marriott yang mengalami luka bakar 60 persen. Beliau bercerita kepada saya bagaimana perjuangan beliau mengalami masa-masa kritis saat ledakan dan pascaledakan itu terjadi. Tidak lama baginya untuk bisa memaafkan kami semua, baik pelaku maupun pendukung bom bunuh diri, dan itu sempat membuat saya shock dan juga membuat saya menangis,” ujarnya.

Yuni Arsih, korban aksi teror Bom Kuningan 9 September 2004, juga berbagi kisah ketangguhan kepada para siswa peserta Dialog Interaktif di SMKN 1 Probolinggo. Tragedi itu merenggut nyawa suaminya, alm. Suryadi, yang saat kejadian sedang bekerja sebagai pengurus taman di kompleks Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Ia mengingat, pagi hari sebelum berangkat kerja tidak seperti biasa anaknya yang masih 5 tahun mendadak rewel, tidak mengizinkan sang ayah untuk pergi. “Anak saya yang biasanya selalu bersemangat ketika akan berangkat sekolah. Pada pagi itu 9 September 2004, entah kenapa ia menangis dan meminta ayahnya untuk tidak pergi bekerja,” kata dia.

Meskipun begitu, karena memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga, sang suami memutuskan untuk tetap berangkat bekerja, namun nahas, ia meninggal dunia menjadi korban serangan teror bom.

Tragedi Bom Kuningan membuat Yuni sangat sedih dan terpuruk. Namun demikian, ia harus tetap kuat demi menjaga dan membesarkan buah hatinya. Ia memilih untuk meredam amarah, dan memaafkan kesalahan orang-orang yang pernah terlibat terorisme. Saat dipertemukan dengan mantan pelaku terorisme dalam kegiatan AIDA, Yuni Arsih mengaku telah ikhlas memaafkan. Ia percaya, memaafkan dan tidak membalas kekerasan dengan kekerasan adalah pilihan terbaik dalam hidup.

Ia berpesan kepada para peserta Dialog Interaktif untuk senantiasa menjaga perdamaian, minimal di lingkungan masing-masing. “Setiap orang pasti memiliki masa lalu, harus bangkit dan menciptakan perdamaian. Terus semangat menjadi generasi tangguh dan berbaktilah kepada orang tua dan guru,” ujarnya.

Sejumlah siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah mereka dapatkan dari kisah ketangguhan korban dan mantan pelaku. “Kita harus memilih teman yang baik, jika memang teman itu buruk bagi kita, kita harus kuat iman, dan mengajak teman itu ke jalan yang benar. Kemudian kita juga tidak boleh putus asa terhadap kejadian masa lalu yang menimpa kita, karena putus asa akan menjadikan suatu keburukan bagi kita di masa depan,” ujar salah satu peserta. [SWD]

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *