26/06/2024

Meningkatkan Pengetahuan dan Profesionalisme Petugas Lapas

Aliansi Indonesia Damai- Direktur Bina Narapidana dan Anak Binaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), Erwedi Supriyatno menyatakan petugas lembaga pemasyarakatan (lapas) sangat memerlukan pengetahuan dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Pasalnya, menurut dia, lapas berperan dalam melaksanakan rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi dan integrasi terhadap warga binaan.

“Termasuk petugas lapas perempuan. Masalah utama warga binaan pemasyarakatan (WBP) perempuan kasus terorisme adalah sudah bebas namun belum berubah pemikirannya,” ujarnya dalam kegiatan Pelatihan Penguatan Perspektif Korban Terorisme bagi Petugas Pemasyarakatan di Yogyakarta pada 11-12 Juni lalu.

Pelatihan yang bekerja sama dengan Ditjen PAS tersebut diikuti 25 petugas lapas dari 9 lapas perempuan dan 4 lapas laki-laki di wilayah Jabodetabek, Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan Makassar. Ahli jaringan terorisme, Solahudin, mantan pelaku terorisme, Mukhtar Khairi, korban terorisme, Nanda Olivia Daniel, Andi Dina Noviana dan Budijono dihadirkan sebagai narasumber untuk memberikan materinya.

Menurut Erwedi, WBP perempuan kasus terorisme yang bebas berikrar NKRI jumlahnya sedikit, salah satu penyebabnya mungkin vonis hukum yang rendah. Saat ini, kata dia, jumlah WBP perempuan kasus terorisme yang masih di dalam lapas ada sembilan orang. “WBP perempuan banyak ditempatkan di lapas umum termasuk yang masih merah. Maka perlu kerja keras untuk menghijaukan mereka,” tuturnya.

Erwedi mengatakan pandangan radikalisme yang dimiliki perempuan sangat mengakar kuat dan dikhawatirkan akan terjadi ekstremisme kekerasan. Sebab karakter perempuan sangat kuat dalam memegang teguh pendirian atau ideologinya. Karena itu, kata dia, Ditjen PAS penting mempelajari hal tersebut agar tidak berdampak buruk dalam penanganan WBP perempuan kasus terorisme.

“Tren kenaikan bisa saja terjadi sehingga perlu diantisipasi, maka perlu peningkatan kapasitas terhadap petugas lapas perempuan,” ucapnya.

Erwedi mengungkapkan petugas lapas menghadapi kesulitan dalam menangani WBP perempuan kasus terorisme bahkan sangat sulit untuk diajak berkomunikasi. Meski begitu, petugas lapas tidak diperkenankan menggunakan kekerasan dalam pembinaan WBP.

Erwedi berpesan kepada para petugas lapas agar memanfaatkan pelatihan dengan baik untuk mendapatkan informasi dari mantan pelaku terorisme. Menurut dia, sebelum melaksanakan tugas sejatinya petugas lapas wajib melakukan profiling WBP dengan baik. “Profiling sebagai dasar menggali sedalam-dalamnya terhadap WBP, bagaimana kehidupan sosial, keterlibatan, keluarga, dan teman-temannya, termasuk perannya, jangan hanya sekedar meraba-raba,” jelas Erwedi.

Pentingnya profiling, lanjut dia, agar jika WBP berbohong, maka petugas akan mudah mendeteksi dan tepat dalam mengambil tindakan. [F]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *