4 weeks ago

Liputan Terorisme Jangan Jadikan Korban Sebagai Komoditas

Aliansi Indonesia Damai- Dosen ilmu komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Hanif Suranto mengingatkan para jurnalis untuk tidak menjadikan korban sebagai komoditas saat meliput aksi terorisme yang menimbulkan korban jiwa maupun korban luka. Pasalnya, kata dia, belajar dari liputan kasus terorisme di masa lalu, media massa kurang berpihak pada korban.

“Pemberitaan tentang korban selama ini kebanyakan hanya berfokus pada tingkat emosional korban saat menjadi sasaran aksi terorisme. Media belum banyak meliput dampak lain yang dialami korban secara berkepanjangan, seperti dampak psikologis maupun sosial,” ujar Hanif saat menyampaikan materi Realitas Media dalam Peliputan Isu Terorisme dalam kegiatan Short Course Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme di Jakarta, awal September lalu.

Pelatihan selama dua hari tersebut diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dalam rangka meningkatkan kesadaran perspektif korban terorisme dalam pemberitaan media kepada awak media massa. Pelatihan diikuti 26 jurnalis dari 22 media massa.

Hanif mengimbau agar dalam meliput korban terorisme awak media jangan sampai mengkomodifikasi penderitaan yang sudah dirasakan korban. Menurutnya, liputan isu terorisme beberapa tahun lalu banyak memberi porsi pada sudut pandang kengerian yang ditimbulkan oleh aksi teror, seperti menampilkan korban atau pelaku yang mengalami luka dan bersimbah darah, serta cenderung terburu-buru menginformasikan identitas pelaku teror.

“Namun belakangan ini, liputan isu terorisme sudah mulai memunculkan perspektif lain, misalnya mengangkat tema simpati kepada para korban yang menjadi suguhan utama di samping fakta terjadinya peristiwa teror itu sendiri,” tuturnya.

Hanif juga mengingatkan para jurnalis dan media massa dalam pemberitaan kasus terorisme agar jangan sampai ada simbiosis mutualisme antara pelaku terorisme dan media karena hal tersebut sangat membahayakan. Menurut dia, memang ada hubungan yang menarik antara media dengan terorisme. 

“Media butuh peristiwa terorisme untuk dijadikan berita, sementara kelompok teroris butuh media untuk menyampaikan pesan-pesannya. Ini justru menjadi simbiosis mutualisme yang berbahaya,” tandasnya.

Ia pun menegaskan pemberitaan kasus terorisme jangan hanya fokus kepada pelakunya karena tidak berimbang. Menurutnya, jurnalis juga harus memberitakan tentang korbannya sehingga pemberitaannya berimbang.

“Penting juga para jurnalis ikut memberitakan tentang kompensasi korban, solidaritas antara korban, hingga ikut mendorong korban dalam mengembangkan narasi kontra-terorisme,” ucapnya.[AS]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *