Malala, Gadis Berani Pengabar Perdamaian
Malala Yousafzai menerima penghargaan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, pada sebuah acara yang digelar di New York, Amerika Serikat, Senin (10/4/2017). Aktivis pendidikan asal Distrik Swat, Pakistan, berusia 19 tahun ini ditunjuk sebagai Duta Perdamaian PBB. (REUTERS/Stephanie Keith)
Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan penghargaan tertinggi, “Pengabar Perdamaian PBB”, kepada gadis pemberani yang pernah meraih penghargaan Nobel Perdamaian 2014, Malala Yousafzai (19). Jika sewaktu menerima penghargaan Nobel Perdamaian Malala yang baru berusia 17 tahun merupakan yang termuda sepanjang sejarah, ia pun kini menjadi peraih penghargaan termuda.
Ia bergabung dengan sejumlah nama tenar yang pernah meraih “Pengabar Perdamaian PBB”, di antaranya aktor Leonardo di Caprio untuk kampanye terkait dengan perubahan iklim, Charlize Theron yang memfokuskan diri pada pencegahan HIV, aktor Michael Douglas yang aktivis perlucutan senjata, ahli primata Jane Goodall, dan musisi Yo Yo Ma.
Malala dinilai berjasa dalam mempromosikan pentingnya pendidikan bagi anak-anak perempuan. “Anda bukan saja pahlawan, tetapi juga seorang yang berkomitmen dan murah hati,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Malala mengaku bangga sebagai Muslim. “Orang harus melihat saya dan juga kaum Muslim yang hidup dalam damai dan percaya pada perdamaian dibandingkan dengan melihat pada sejumlah teroris,” kata Malala yang mengaku prihatin karena media sering menyebut “islamic terrorist” dalam beritanya. “Akibatnya, orang-orang kemudian menyalahkan Islam secara keseluruhan.”
“Namun, kaum Muslim juga harus bersatu melawan kaum ekstremis ataupun teroris dan menyatakan bahwa mereka tidak sama dengan kita. Kita tak setuju dengan apa yang mereka (teroris) lakukan,” kata Malala.
Malala yang sejak remaja menginspirasi anak-anak perempuan untuk bersekolah di kampung halamannya di Lembah Swat, Pakistan, menjadi sorotan dunia ketika ditembak kepalanya oleh anggota Taliban. Gadis berusia 15 tahun itu awalnya dirawat di rumah sakit Pakistan, tetapi kemudian dipindahkan ke Inggris.
Malala mengaku tidak ingat apa yang terjadi karena ketika terbangun, ia telah berada di sebuah rumah sakit di Birmingham. Ia menetap di Inggris sampai sekarang.
“Ini adalah hidup baru, hidup kedua, dan ini demi (memperjuangkan) pendidikan anak-anak perempuan,” kata Malala yang ingin memperdalam filsafat, politik, dan ekonomi di universitas.
Malala mengatakan, dirinya memilih untuk bersuara karena, kalaupun diam, ia akan tetap menjadi sasaran Taliban. “Anda akan terus hidup dalam situasi teror sepanjang hidup Anda. Jadi, akan lebih baik jika kita berbicara dan mencoba yang terbaik,” katanya.
Menurut rencana, Malala akan berpidato di parlemen Kanada sekaligus menerima status warga negara kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Kanada. Ia adalah satu dari enam orang yang pernah menerima status warga negara kehormatan. (AM)
Sumber Kompas cetak edisi Rabu, 12 April 2017