Karena Cinta Tidak Bisa Dibakar dan Dipatahkan
Kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan, balaslah dengan kelembutan dan kebaikan. Demikian pembelajaran yang didapatkan salah satu peserta Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMK Bhinneka Karya Simo Boyolali, Kamis (19/11/2015). Acara tersebut diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) untuk mengampanyekan perdamaian dikalangan pelajar di lima sekolah di Surakarta, Jawa Tengah.
Pembelajaran serupa juga diperoleh sejumlah siswa dari empat sekolah lain yang juga menjadi tempat penyelenggaraan Dialog Interaktif, yakni SMAN 2, SMAN 4, SMAN 8, dan SMKN 3 Kota Surakarta. “Kekerasan merusak akhlak dan melukai orang lain. Kekerasan juga akan merusak perdamaian yang ada di Indonesia,” ujar salah seorang peserta di SMKN 3 Surakarta.
Setelah mengikuti Dialog Interaktif para siswa mengetahui dampak negatif penggunaan kekerasan berdasarkan pengalaman hidup Tim Perdamaian AIDA yang terdiri dari unsur korban dan mantan pelaku aksi terorisme.
Mantan pelaku kekerasan yang hadir yaitu Ali Fauzi dan Iswanto. Sementara itu, narasumber dari pihak korban terorisme adalah Dwi Welasih (korban Bom JW Marriott Jakarta, 5 Agustus 2003), Endang Isnanik, R. Supriyo Laksono, Chusnul Chotimah dan I Wayan Sudiana (korban Bom Bali 12 Oktober 2002).
Dalam kesempatan itu, mantan pelaku mengajak para siswa tidak melakukan aksi kekerasan apalagi terorisme karena dampaknya tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain dan dilarang agama.
Dampak nyata dari sebuah aksi kekerasan khususnya terorisme dibuktikan secara nyata oleh para korban yang hadir dalam kegiatan. Dwi Welasih mengalami luka bakar serius di bagian kaki, I Wayan Sudiana dan R. Supriyo Laksono kehilangan istri, Endang Isnanik kehilangan suami, dan Chusnul Chotimah mengalami luka bakar 70 persen di seluruh tubuhnya.
Melihat dampak yang diderita para korban terorisme tersebut, Iswanto mengimbau para siswa untuk memahami agama sebagai ajaran perdamaian, bukan permusuhan dan kekerasan. “Adik-adik harus bisa memilih guru dan teman yang mendukung perdamaian, bukan yang mendukung aksi kekerasan. Dan jangan membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan,” kata dia.
Pesan perdamaian juga disampaikan oleh para korban terorisme. Para korban mengharapkan dengan membagi pengalaman hidupnya, generasi muda tergugah untuk menghindari cara-cara kekerasan dan terdorong untuk menciptakan Indonesia yang lebih damai.
“Saat bom meledak kepala saya tertimpa tiang listrik dan langsung tidak sadarkan diri. Setelah tersadar saya berusaha untuk menyelamatkan diri dan melihat pakaian terbakar, tubuh pun terasa panas akibat terbakar,” ujar Chusnul Chotimah sembari menahan tangis.
Selain menceritakan kisahnya, Chusnul juga berbagi pesan perdamaian kepada anak-anak muda. Ia meminta generasi muda untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan tapi sebaiknya dibalas dengan senyum dan kasih sayang. “Hiduplah dengan cinta, karena cinta tidak bisa dibakar dan dipatahkan. Hidup dengan cinta damai akan menumbuhkan perdamaian,” ujar Chusnul.
Korban terorisme lainnya Dwi Welasih mengajak generasi muda untuk menjadi duta perdamaian. “Jangan saling membenci dan mendendam. Tuhan mengajarkan umat-Nya untuk saling menyayangi dan menghormati. Islam bukan agama yang mengajarkan kekerasan. Islam cinta perdamaian. Mari tebarkan senyuman, cinta, kasih dan perdamaian di dunia,” ucapnya.
Ajakan serupa juga disampaikan oleh I Wayan Sudiana dan R. Supriyo Laksono.Wayan mengajak generasi penerus bangsa untuk saling menghormati sesama dan mencegah kekerasan yang dapat menimbulkan kebencian dan konflik. Sementara itu, Soni, panggilan akrab R. Supriyo Laksono, mengajak anak-anak muda untuk menjaga kultur bangsa Indonesia yang ramah, suka menolong dan bergotong royong.
“Kekerasan bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah. Saya ingin membuktikan kepada kalian, anak-anakku semua, bahwa saya dan mantan pelaku sudah saling memaafkan,” ujar Soni.
Kegiatan safari kampanye perdamaian di Surakarta diikuti 236 pelajar dari lima sekolah. Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Kerohanian Islam (Rohis), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), remaja masjid, siswa berprestasi, dan aktivis pelajar lainnya. (AS) [SWD]