Home Berita Cinta, Maaf dan Pantang Menyerah
Berita - 06/12/2016

Cinta, Maaf dan Pantang Menyerah

Demikian petikan lirik lagu Ternyata Cinta dari grup band Padi yang sering dilantunkan Endang Isnanik kala mengenang suaminya, Aris Munandar (alm) yang menjadi korban Bom Bali 2002. Dalam sepi menjalani tantangan kehidupan sepeninggal suami, Endang punya cara tersendiri agar selalu kuat mendidik dan membesarkan ketiga anaknya. Ia selalu menanamkan semangat tawakal dalam setiap langkah hidupnya. Sebagai manusia biasa, ia hanya mengusahakan segala kebaikan hidup bagi diri dan keluarganya. Di atas tekad dan usahanya, ia menyandarkan hasilnya pada ketentuan Tuhan.

Endang menuturkan kisahnya itu dalam kegiatan Pelatihan Tim Perdamaian Aliansi Indonesia Damai (AIDA) pada 22-23 Agustus 2015 di Kota Malang, Jawa Timur. Bersama sejumlah korban serta seorang mantan pelaku aksi terorisme, Endang bersatu untuk mengkampanyekan pentingnya perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada para pelajar di Malang.

Dalam kegiatan tersebut, Endang berbagi kisah tentang perjuangannya membesarkan anak-anaknya setelah aksi teror di Bali tiga belas tahun silam merenggut nyawa suami tercinta. Beberapa jam sebelum tragedi, Endang sempat bersenda gurau dengan suami dan ketiga anaknya. “Saat di rumah, dia banyak cerita. Dia bilang kepada saya kok kamu putih sekali. Lalu saya balas ah ada-ada saja, tumben kamu merayu aku, Mas. Lalu dia cium kening saya. Kita makan bareng, dia menyuapi saya. Dia memperlakukan saya sangat istimewa malam itu,” ujarnya bercerita.

Setelah melakukan sembahyang berjamaah dan makan malam bersama, suami Endang meninggalkan rumah untuk bekerja. Endang sama sekali tidak menyangka kepergian sang suami malam itu adalah perpisahan terakhir kalinya. Suaminya yang merupakan wirausahawan bisnis transportasi turut menjadi korban ledakan bom 12 Oktober 2002 di kawasan Kuta, Legian, Bali.

Kepergian sang suami sungguh menjadi pukulan berat bagi Endang. Saat dirinya sedang sakit, suami yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga meninggalkannya. Kendati demikian, Endang tak mau berlama-lama dirundung kesedihan. Ia mengumpulkan segenap tenaga untuk segera bangkit dan menggantikan peran suami untuk membesarkan ketiga putranya. Bersama para janda korban Bom Bali, Endang bekerja di bisnis konveksi. Dari pekerjaannya itu ia sukses mendidik anak-anaknya.

“Ini bentuk cinta saya kepada suami saya, Mas Aris, bentuk tanggung jawab saya kepada dia juga, saya besarkan anak-anak walau tanpa dia. Sekarang anak pertama sudah hampir wisuda Sekolah Tinggi Desain Bali, anak kedua baru masuk Sekolah Tinggi Pariwisata, anak ketiga kelas 1 SMA umur 15 tahun,” ujarnya.

Mendengarkan kisah Endang, mantan pelaku terorisme, Ali Fauzi, merasakan kesedihan mendalam. Dengan penuh penyesalan, Ali menyadari aktivitas kelompoknya pada masa lalu telah menimbulkan penderitaan yang dalam bagi orang-orang tak bersalah, seperti Endang dan keluarganya. Dengan segala kerendahan hati, ia memohon maaf kepada para korban atas aksi teror yang dilakukan kelompoknya pada masa lalu.

Tidak berhenti pada permintaan maaf, Ali juga merasa sangat bersyukur dapat terlepas dari ikatan kelompok teroris dan kini bersama-sama para korban terorisme berdiri satu barisan menebarkan perdamaian kepada generasi muda. Bagi dia, pengalaman menjadi anggota Tim Perdamaian AIDA merupakan kesempatan berharga untuk membina persaudaraan dengan para korban terorisme.

“Sekarang saya bersyukur punya teman-teman korban bom yang menguatkan saya. Saya berada di komunitas baru yang lebih baik dan lebih mendamaikan. Percayalah, kami ada dan kami siap untuk bersama-sama menjadi duta perdamaian. Saya dan teman-teman tidak mengharapkan ada bom lagi. Kami yang sudah keluar sekarang menjadi sasaran mereka dan dimusuhi mereka, serta dapat ancaman. Bahkan, saya sudah dikafirkan mereka. Perjuangan untuk mendakwahkan perdamaian lebih mulia daripada mengajak pada kerusakan,” Ali menjelaskan.

Anggota Tim Perdamaian AIDA lainnya, Iwan Setiawan, juga membagi kisahnya dalam kegiatan siang itu. Seperti rekan-rekannya sesama Tim Perdamaian, ia bercerita pengalaman dirinya menjadi penyintas dari peristiwa bom 9 September 2004 di depan Kedutaan Besar Australia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Yang unik dari Iwan, ia banyak menceritakan semangat dan ketangguhan dirinya untuk tegar dan tidak terpuruk akibat aksi teror yang telah menghilangkan sebagian anugerah yang ia miliki. Ia menanamkan ‘mental petinju’ dan ‘filosofi tukang parkir’ dalam dirinya agar tidak terpuruk dalam kesedihan. Seorang petinju, menurut Iwan, semangat hidupnya tinggi. Apabila terpukul dan jatuh, ia bangkit lagi, jatuh lagi dan bangkit lagi. Sedangkan tukang parkir, lanjutnya, punya kelapangan hati. Tukang parkir selalu ikhlas ketika kendaraan yang dititipkan kepadanya diambil oleh pemiliknya. Demikian pula hidup dengan segenap anugerahnya ini, kata Iwan.

“Sekarang saya jadi wirausahawan komputer dan tempat usahanya saya beri nama Bombom Computer. Itu saya ambil dari peristiwa bom yang menimpa saya dan istri saya. Alasannya, bom itu kan besar kekuatannya, jadi harapan saya usaha nanti suatu saat bisa menjadi besar juga,” ujarnya.

Pada kegiatan pelatihan Tim Perdamaian AIDA di Malang, setiap anggota menyiapkan bahan presentasi untuk disajikan menjadi pesan perdamaian kepada para pelajar di 5 SMA Negeri di kota berhawa sejuk itu. Mereka juga berlatih metode penyampaian presentasi yang baik dan efektif sehingga pesan perdamaian dapat diterima para pelajar dengan baik.

Endang Isnanik mendapatkan kesempatan menyampaikan presentasi kampanye damai di SMAN 5, sedang Iwan Setiawan di SMAN 2. Tiga korban terorisme lainnya berkampanye di sekolah lain, yaitu Sudarsono Hadisiswoyo (korban Bom Kuningan) di SMAN 1, Eko Sahriyono (korban Bom Bali) di SMAN 4, dan Tita Apriyantini (korban Bom JW Marriott) di SMAN 3. Anggota Tim Perdamaian AIDA dari unsur mantan pelaku, Ali Fauzi, juga turut menguatkan pesan perdamaian para korban di setiap sekolah. [MLM] (SWD)

 

Artikel ini pernah dimuat di Newsletter AIDA, edisi VI Oktober 2015.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *