Home Berita Hak Korban Terorisme Dalam Perspektif Revisi Undang-Undang Terorisme
Berita - 10/10/2016

Hak Korban Terorisme Dalam Perspektif Revisi Undang-Undang Terorisme

Revisi Undang-Undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kami tim pro ajukan adalah mendukung ada perubahan pada Pasal 36-42 Undang-Undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang sekarang mengenai hak-hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi terhadap korban-korban terorisme yang masih belum terpenuhi akibat prosedur hukum yang terlalu berbelit-belit sehingga belum terpenuhinya yang menjadi hak bagi korban terorisme tersebut berdasarkan data empiris dari Yayasan Penyintas Indonesia (wadah korban terorisme di Indonesia), dari total 544 korban terorisme di Indonesia yang tercatat, baik korban meninggal, cacat permanen, luka berat dan ringan, belum ada satu pun yang mendapatkan kompensasi dari negara.

Kompensasi adalah hak korban yang secara gamblang dan detail diatur dalam pasal 36, 38, 39, 40, 41, dan 42 UU No. 15 Tahun 2003. Namun hingga kini negara belum melaksanakan hak tersebut karena terkendala oleh rumitnya prosedur hukum.

Revisi Undang-Undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diharapkan mampu mengakomodir beberapa hal berikut:

Pertama, pencantuman pengertian mengenai korban dan kompensasi perlu dimasukkan dalam Revisi Undang-Undang No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Kedua, mengubah prosedur kompensasi yang disyaratkan dalam amar putusan, menjadi kompensasi bagi korban berdasarkan keputusan. Lembaga perlindungan dan pemulihan korban terorisme dan dibayarkan oleh menteri keuangan.  Pengaturan lebih lanjut mengenai permohonan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.  Sedangkan mengenai dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi kepada pihak korban melampaui batas waktu maka korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut kepada Presiden.

Ketiga, Perlu penambahan hak-hak korban terorisme dengan menambahkan beberapa ketentuan khusus yang kurang diatur oleh undang-undang, yakni dalam pasal baru contohnya seperti:

Setiap korban tindak pidana terorisme berhak mendapatkan yakni:

  1. a) Mendapatkan informasi lengkap mengenai kasus atau peristiwa yang mereka alami, termasuk informasi kepada keluarga korban.
  2. b) Surat keterangan sebagai korban dari LPSK atau pihak terkait lainnya.
  3. c) Bantuan medis yang bersifat segera (yang dijamin dan dibiayai negara).
  4. d) Advokat atau Bantuan hukum di setiap tahapan peradilan.
  5. e) Penerjemahan dalam bahasa yang mereka pahami.
  6. f) Privasi dirinya dan keluarganya.
  7. g) Pendampingan dalam penyelidikan, penyidikan dan pengadilan.
  8. h) Perlindungan sebagai saksi sesuai dengan ketentuan undang-undang.
  9. i) Membentuk organisasi perwakilan,
  10. j) Memiliki kebebasan berserikat dan berekspresi.

Keempat, korban tindak pidana terorisme juga berhak mendapatkan:

  1. a) Bantuan medis = bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia misalnya pengurusan jenazah hingga pemakaman.
  2. b) Bantuan rehabilitasi psikososial = semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.
  3. c) Rehabilitasi psikologis = bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *