Upacara pemakaman para korban serangan bom di sebuah tempat pemakaman dekat gereja St. Sebastian di Negombo, Sri Lanka, Selasa, 23-4-2019
Home Berita Cerita Korban Saat Ledakan Bom Sri Lanka
Berita - 07/05/2019

Cerita Korban Saat Ledakan Bom Sri Lanka

Aliansi Indonesia Damai- Serangkaian serangan bom bunuh diri yang masif di Sri Lanka pada perayaan Minggu Palem atau dua hari setelah Paskah, Minggu (21/4/2019) menyisakan duka bagi korbannya. Korban tewas akibat serangan bom di beberapa gereja dan hotel itu mencapai sedikitnya 253 orang. Sementara itu, korban luka mencapai 500 orang, berdasarkan laporan Kompas pada Rabu (24/4/2019). Serangan ini menjadi salah satu yang paling mematikan sepanjang tahun ini, dan mengingatkan warga global akan serangan pada perayaan Minggu Palem dua tahun sebelumnya di Mesir -di mana dua gereja koptik di Tanta dan Alexandria disasar bom hingga menyebabkan korban sedikitnya 44 jiwa.

Salah seorang korban bom di Sri Lanka, Matthew Linsey, menceritakan pada saat kejadian ia tengah makan di restoran Hotel Shangri-La Kolombo bersama dua anaknya, Amelie dan Daniel Linsey. Saat bom mengguncang, mereka bertiga masih bisa berlari keluar dari restoran. Namun demikian, hanya berselang beberapa langkah dari pintu restoran, sebuah ledakan lain menyentak. Matthew jatuh pingsan. Beberapa menit kemudian ketika ia mulai siuman, Matthew telah mendapati kedua anaknya tergeletak tak sadarkan diri. Ia berteriak meminta tolong.

“Situasinya kacau. Orang-orang berteriak panik. Saya tidak bisa membangunkan anak-anak,” kata Matthew menggambarkan keadaan. Beberapa orang membantu menggotong anak-anaknya ke dalam ambulans. Darah berlumuran di lantai. Keduanya dilarikan ke rumah sakit terdekat namun sayang, tak bisa terselamatkan. “Nyawa mereka tak tertolong,” tuturnya sebagaimana dilansir Tempo (29/4/2019).

Korban bom lainnya menceritakan kejadian teror di Gereja St. Anthony Kolombo. Ia merasakan saat itu seperti terjadi guncangan gempa yang besar. Kaca-kaca bangunan runtuh. “Rasanya seperti ada gempa. Semuanya berguncang dan berjatuhan,” ujar Vijaya Kumar, anggota jemaat yang mengikuti misa Paskah. Ia merasa beruntung karena posisinya ketika beribadah berada di dekat pintu sehingga berhasil lolos dari maut. “Saya beruntung berada di dekat pintu. Saya berlari karena takut,” ucapnya.

Ester, korban lain dalam kejadian di Gereja Sion Protestan di Batticaloa, mengatakan sejumlah jemaat merasa curiga dengan tersangka. Mereka mencoba membawa pelaku keluar gereja karena ditengarai tidak tampak terbiasa ke gereja. Namun, Pastor Ganeshamoorthy Thirumakaran menenangkan jemaat dan menyuruh pelaku masuk ke dalam gereja. Saat itulah si pelaku meledakkan diri. Sang Pastor selamat namun puteranya turut menjadi korban dari ledakan dahsyat itu. “Dia bukan orang yang terbiasa di gereja itu. Tapi saya memintanya duduk,” tutur Pastor sembari menangis tersedu-sedu setelah meletakkan jenazah puteranya.

Pelaku peledakan sendiri ditengarai dilakukan oleh kelompok militan lokal bernama National Tawheed Jamaath (NTJ). Sebagaimana diketahui, dari sembilan pelaku bom bunuh diri, seorang di antaranya adalah perempuan. Ia adalah istri dari salah seorang pelaku, yang memilih meledakkan diri bersama dua anak serta bayi di kandungannya saat rumah mereka diserbu aparat.

Kohesi Menguat

Meskipun terjadi sejumlah teror mematikan dan kuat dugaan para pelaku dari kelompok garis keras Islam, warga muslim di Sri Lanka tetap menunaikan shalat Jumat di masjid dengan aman. Menurut Reyyaz Salley, Ketua Masjid Dawatagaha Jumma Kolombo, umat muslim Sri Lanka tidak akan takut terhadap teror yang sengaja diciptakan para ekstremis untuk membuat ketakutan di kalangan masyarakat. “Kami mengirim pesan kepada teroris bahwa kami tak akan takut atau bisa dihalangi,” ujarnya.

Seusai shalat Jumat, umat muslim membentangkan spanduk kecaman dan menyampaikan solidaritas kepada umat Kristiani. Muslim moderat di Sri Lanka menunjukkan bahwa kelompok teroris tidak mewakili umat Islam di Sri Lanka. Komunitas minoritas muslim di Kolombo bahkan menawarkan masjid mereka untuk dijadikan tempat beribadah bagi saudara mereka umat Nasrani. “Masjid ini terbuka untuk ibadah misa anda.” Demikian isi tulisan dalam spanduk yang dibawa umat muslim dalam aksi.

Bukan Serangan Balasan

Secara terpisah, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, membantah dugaan bahwa penyerangan di Sri Lanka merupakan pembalasan atas penembakan di Christchurch pada 15 Maret 2019 lalu. Sebagaimana diketahui, penembakan brutal terhadap jamaah di dua masjid di Christchurch menewaskan 50 orang dan 34 cedera. PM Ardern memastikan negaranya akan menjadi pihak yang pertama kali tahu jika ada indikasi pembalasan atas aksi itu.

“Kami belum menerima informasi resmi atau laporan intelijen soal kekejaman di Sri Lanka. Kejadian itu masih pada tahap awal penyelidikan. Jadi, kami menunggu mereka dan belum punya apa pun untuk mendukung apa yang sudah dinyatakan,” kata Ardern dilansir Kompas (24/4/2019).

Keterangan Ardern diamini oleh sejumlah pihak yang menganggap serangan itu tidak terkait dengan pembalasan dendam. Pasalnya, serangan serumit itu yang terstruktur dan masif sulit direncanakan dalam waktu yang singkat. [AH]

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *