Pesan Mereka untuk Indonesia…
Nampak dalam Gambar: Ali Imron, terpidana seumur hidup kasus bom Bali. Yenny Wahid, pembicara. R. Limbong, Moderator. Umar Patek, terpidana 20 tahun penjara atas kasus Bom Bali I, dan Jumu Tuani, mantan Komando Pusat Jihad Maluku (kiri ke kanan), pada Senin (25/4/2016). Mereka berbicara dalam seminar deradikalisasi yang diselenggarakan Resimen Mahasiswa Mahadurya Jawa Timur di Kota Malang, Jawa Timur
DERADIKALISASI
Pesan Mereka untuk Indonesia…
Malang – Kompas. Tiga sosok yang selama ini lekat dengan dunia terorisme memberikan testimony atas beberapa aksi radikal yang telah mereka lakukan. Ketiganya adalah Ali Imron, Umar Patek dan Jummu Tuani.
Ketiga terpidana kasus terorisme tersebut bersama Yenny Wahid tampi dalam seminar “Kontra-Radikal dan Deradikalisasi demi Mencegah Instabilitas serta Menjaga Keutuhan NKRI†yang digelar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur di Hotel Savana, Kota Malang Jawa Timur.
Ketiganya kini menjadi bagian dari orang-orang yang bertugas melakukan deradikalisasi paham radikal di Nusantara. Mereka mengadakan pengajian akbar, memberikan ceramah, serta melakukan pendekatan personal kepada teroris untuk mengetahui latar belakang aksi dan menyadarkan mereka.
Dalam forum itu, Ali Imron dan Umar Patek menjelaskan bahwa bom Bali adalah suatu kesalahan. “Kesalahan pertama adalah motivasi, yaitu ingin membalas dendam atas pembantaian Muslim di Filipina, tetapi justru mengebom Bali. Kesalahan kedua adalah kesalahan teknis. Jika ingin mengebom sebuah klub malam dengan bom 1,5 ton, apa hanya klub malamnya saja yang hancur? Pasti akan turut menghancurkan bangunan lain di sekitarnya dan timbul korban jiwa di luar mereka yang di dalam klub,†kata Ali Imron.
Jummu Tuani yang pernah menjadi tokoh di Ambon saat terjadi konflik Ambon pun bercerita pengalamannya. Bagaimana Ia harus berperang dengan sesame warga Ambon gara-gara “campur tangan†kelompok tertentu yang memancing keributan antara Islam dan Kristen.
Jangan terjadi lagi
“Sudah, hal seperti itu jangan pernah terjadi lagi. Negara ini bukan medan perang. Negara ini adalah Negara Islam terbesar di dunia. Tidak boleh melukai orang-orang Muslim sendiri,†kata Umar Patek.
Upaya memecah belah Indonesia dengan paham radikal diakui sendiri oleh ketigany cukup keras. Tidak hanya “menyerang†rang dewasa, kelompok-kelompok radikal pun mulai menyasar anak sekolah. “Di Bima NTB, bahkan anak SMP ditangkap saat hendak berangkat ke Suriah dan sudah berani mengafirkan Ibunya sendiri. Ini jelas pemikiran salah. Ini harus disadarkan, dan Saya datang kesana berusaha menyadarkannya,†ujar Jummu Tuani yang saat ini lebih banyak tinggal di Jakarta.
Yang butuh dijelaskan pada banyak orang saat ini menurut ketiganya adalah Islam rahmatan lil alamin, yaitu Islam sebagai pembawa rahmat bagi semua makhluk. Islam menghormati perbedaan, melindungi (termasuk non-Muslim), dan menyebarkan cinta damai. Islam baru akan memerangi jika ada orang yang memerangi Islam.
“Islam yang benar mengajarkan toleransi. Seperti dalam kasus keluarga saya sendiri. Saya menikah dengan perempuan asal Filipina yang sebelumnya memeluk agama Katolik. Keluarga istri saya adalah keluarga pemuka agama. Mereka saya undang ke pernikahan saya di dalam Kamp Moro Filipina. Awalnya mereka taku akan dibunuh. Namun ketika saya bilang bahwa saya menjamin keselamatan mereka, mereka mau datang ke pesta pernikahan saya dan benar semua selamat. Hubungan kami pun baik hingga kini,†kata Umar.
Yang terpenting kini adalah bagaimana Negara ini berjalan dengan baik. Pemerintah dan pejabatnya bekerja dengan baik dan sesuai hukum. “Sebagai pejabat dan pemimpin jangan berbuat seenaknya sendiri dan menyengsarakan rakyat. Jangan korupsi. Jangan memberi alasan kepada para radikal untuk berbuat onar di Indonesia karena menilai Indonesia rusak gara-gara pemimpinnya dan harus diserang,†kata Ali Imron menutup pembicaraan.
Sumber: Edisi Cetak Kompas (Rabu, 27 April 2016), kolom POLITIK & HUKUM hal. 5. Judul asli “Deradikalisasi: Pesan Mereka untuk Indonesia”. [TS]