Menjadi Duta Damai di Sekolah
Aliansi Indonesia Damai (AIDA) melakukan kampanye perdamaian di kalangan generasi muda di Tangerang Selatan, Banten dan Lamongan, Jawa Timur. Kampanye perdamaian ini dilakukan dalam bentuk dialog interaktif bertajuk “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di lima sekolah menengah atas di dua daerah tersebut.
Kampanye perdamaian ini untuk menanamkan pemahaman kepada para pelajar tentang pentingnya perdamaian, sekaligus mengajak mereka untuk menjadi generasi yang tangguh dan mewujudkan Indonesia yang damai. Kegiatan di Tangerang Selatan dilaksanakan di SMAN 4 (19/3/2015), SMAN 1 (20/3/2015), SMAN 2 (23/3/2015), SMAN 3 (24/3/2015), dan SMAN 5 (25/3/2015). Sementara di Lamongan, kegiatan digelar di SMAN 1 (4/5/2015), SMAN 2 (5/5/2015), MAN Lamongan (6/5/2015), MA Muhammadiyah 02 Paciran (7/5/2015), dan SMK Wahid Hasyim Glagah (8/5/2015).
Sebanyak 216 pelajar dari lima sekolah di Tangerang Selatan dan 236 lainnya dari lima sekolah di Lamongan terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Mereka yang mengikuti kegiatan adalah aktivis Kerohanian Islam (Rohis), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), siswa berprestasi, dan siswa berkebutuhan bimbingan khusus. Kepala sekolah atau jajaran guru turut hadir dalam acara tersebut.
Acara yang dikemas semi formal ini menghadirkan Tim Perdamaian AIDA yang terdiri dari unsur korban bom dan mantan pelaku terorisme yang sudah bertaubat. Mantan pelaku adalah cermin utuh dari seorang teroris. Sedangkan korban merupakan cermin utuh dari sadisme kekerasan terorisme. Demi satu tujuan luhur yang sama, yakni membangun Indonesia yang damai tanpa kekerasan, mereka saling mengisi dan melengkapi.
Dari unsur korban kekerasan, hadir Ni Luh Erniati dan Suyanto (korban Bom Bali I), Vivi Normasari (korban Bom Hotel JW Marriott I Jakarta), Sudirman A Thalib, Iswanto dan Nanda Olivia Daniel (korban Bom Kuningan Jakarta), dan Max Boon (korban Bom Hotel JW Marriott II Jakarta). Sementara dari unsur mantan pelaku kekerasan hadir Ali Fauzi.
Menurut Direktur AIDA Hasibullah Satrawi, dari pengalaman para korban dan mantan pelaku kekerasan, pelajar diharapkan termotivasi untuk menyongsong masa depan penuh harapan dan semakin bersemangat mewujudkan Indonesia yang damai tanpa kekerasan dan terorisme.
“Dari pengalaman korban diharapkan anak muda dapat belajar bagaimana menghadapi tantangan kehidupan dan menuju kebangkitan serta makna pemaafan. Sedangkan dari mantan pelaku terorisme yang sudah bertaubat, para siswa dapat belajar bahwa kekerasan bukanlah solusi yang benar untuk menyelesaikan permasalahan atau tantangan kehidupan, dan jangan membalas kekerasan dengan kekerasan atau membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan lagi,” ujar Hasibullah di SMAN 2 Lamongan, Selasa (5/5/2015).
Di hadapan para siswa, korban dan mantan pelaku terorisme menekankan pentingnya menjaga perdamaian dan ketangguhan sikap atau pun mental dalam menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan. Mereka juga mengimbau para siswa untuk mawas diri dan menjauhi aksi kekerasan, terutama kekerasan terorisme.
Tak hanya itu, mereka mengajak generasi muda untuk menjadi duta perdamaian yang aktif mengkampanyekan pentingnya perdamaian, baik di lingkungan sekolah, keluarga ataupun kehidupan masyarakat secara luas. “Mari bangkit dan bertekad menjaga perdamaian dengan menjadi duta damai,” kata Iswanto, salah satu korban Bom Kuningan Jakarta di SMAN 3 Tangerang Selatan, Selasa (24/3/2015). (AS) [SWD]
Tulisan ini pernah dimuat di newsletter Suara Perdamaian, Edisi V Juli 2015