Menuju Hidup Bahagia dan Berdaya
Sebanyak 26 korban terorisme beserta keluarga dari komunitas Forum Kuningan dan Forum 58 mengikuti Lokakarya Mental Support bertajuk “Menuju Hidup yang Lebih Bahagia dan Berdaya” di Jakarta, Sabtu (28/2/2015). Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bekerja sama dengan Yayasan Penyintas dalam upaya membantu mengatasi trauma yang dialami korban beserta keluarganya akibat peristiwa bom terorisme.
Berdasarkan pendampingan dan kunjungan langsung ke beberapa rumah korban terorisme yang dilakukan AIDA, sebagian korban masih menghadapi persoalan kejiwaan yang sangat serius. Menurut Direktur AIDA Hasibullah Satrawi melalui kegiatan ini diharapkan persoalan mental korban bisa diselesaikan secara perlahan. “Korban bisa berkonsultasi langsung dengan psikolog mengenai keluhan-keluhan yang dialami/dirasakan,” kata Hasibullah.
Hasibullah menilai penanganan trauma korban terorisme sangat penting agar mereka bisa kembali bangkit dan menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan berdaya. Menurutnya, bila mereka bisa bangkit dan berdaya maka bisa berkontribusi dalam mewujudkan kedamaian di Indonesia.
Sementara perwakilan Yayasan Penyintas Sucipto Hari Wibowo dalam sambutannya, mengucapkan terima kasih kepada AIDA yang telah memfasilitasi teman-teman korban untuk mendapatkan bantuan psikologis melalui kegiatan ini. Ia mengharapkan setelah mengikuti acara ini teman-teman korban bisa lebih berdaya dan berperan menciptakan Indonesia damai.
Kegiatan mental support ini menghadirkan psikolog sekaligus akademisi Universitas Indonesia Kristi Poerwandari dan motivator dari TOPP Indonesia Ali Sobirin. Dalam kesempatan itu Kristi mengawali presentasinya dengan meminta para korban untuk mengisi kuesioner yang telah dibuatnya untuk mengidentifikasi dan memetakan kondisi psikologis teman-teman korban.
Setelah itu, ia pun menjelaskan wawasan mengenai stres dan trauma serta cara penanggulangannya. Menggunakan metode yang interaktif ia meminta korban untuk sharing menceritakan keadaan sebelum dan sesudah kejadian bom terorisme menimpanya. Beberapa korban pun memberanikan diri untuk membagi kisahnya.
Salah satu korban bom JW Marriot Jakarta Mohammad Taufik dengan mata berkaca-kaca menceritakan, saat kejadian dirinya tengah menunggu rekan-rekannya yang akan melakukan meeting sekaligus makan siang.
“Saya bersyukur sekali saat kejadian ada tubuh lain yang menahan tubuh saya ketika terpental, tapi sayang sekali saat saya ingin membantu tubuh itu, ada pilar jatuh. Di sisi lain Allah memberi petunjuk kepada saya untuk berjalan menuju lorong ke sebelah kiri bukan ke sebelah kanan. Jika saya berjalan ke sebelah kanan badan ini sudah hancur terkena ledakan bom,” ujarnya.
Sementara Sri Hesti sambil menangis mengungkapkan, dirinya masih sulit melupakan kejadian naas yang menimpa anaknya hingga meninggal dunia tersebut. Menurut dia hingga sekarang salah satu anaknya tidak percaya jika adiknya telah meninggal dunia akibat ledakan bom. “Bagaimana cara agar saya dan keluarga bisa melupakan kejadian itu,” tanyanya.
Kristi juga mengajak korban untuk menuliskan perasaan positif yang harus dilakukan ke depan. Salah satu korban Iswanto mengatakan korban perlu mencari kesibukan dan membiasakan diri bersosialisasi dengan masyarakat, serta jangan sering menyendiri. Sementara Faridah berpendapat korban jangan suka melamun dan terus mengingat kejadiaan naas masa lalu.
Menurut Kristi untuk menuju hidup lebih bahagia dan berdaya hari ini dan seterusnya, korban terlebih dahulu harus mampu menolong diri sendiri sebelum membantu orang lain. “Kita harus selamatkan diri kita sendiri dulu sebelum menyelamatkan orang lain,” ujar dia.
Sementara motivator Ali Sobirin mengajak para korban untuk menggambarkan impian kebahagiaan di masa depan. Menurutnya, yang bisa menentukan kebahagiaan bukan orang lain melainkan diri kita sendiri. Karena itu, para korban harus memiliki mimpi yang positif.
“Mimpi adalah suatu harapan yang menjadi gantungan hidup, jadi ketika mimpi sudah berhasil maka segeralah memulai mimpi baru. Karena mimpi merupakan tujuan yang akan mengarahkan hidup, karena di situ energi akan mengalir,” ujar Ali.
Ali juga mengajak teman-teman korban untuk mengikuti game-game yang telah disediakan untuk mencairkan suasana dan menambah keakraban sesama korban. Di antara permainan yaitu bernyanyi dan menggambar.
Di akhir acara, teman-teman korban diminta untuk memberikan testimoni dari korban untuk korban. Salah satu korban bom terorisme di depan Kedutaan Besar Australia Jakarta Sudirman A Thalib mengajak para korban untuk berani membagi kisahnya kepada orang lain sehingga tidak ada lagi orang yang akan melakukan aksi bom terorisme, melainkan bisa menyebarkan kebaikan dan kedamaian. (AS) [SWD]
Tulisan ini pernah dimuat di newsletter Suara Perdamaian, Edisi IV April 2015.