Menuju Indonesia Damai
Hampir dua tahun sudah, Aliansi Indonesia Damai (AIDA) hadir di tengah-tengah masyarakat. AIDA bukanlah satu-satunya lembaga yang melakukan berbagai macam kegiatan untuk mewujudkan Indonesia damai. Jauh sebelum ada AIDA sudah terdapat beberapa lembaga-lembaga yang konsen dengan kedamaian Indonesia, khususnya dari aksi-aksi terorisme. Meski demikian AIDA memiliki kekhususan dan kekhasan tersendiri.
Salah satu sebabnya karena AIDA konsen dengan pemberdayaan dan peran korban terorisme dalam mempromosikan perdamaian. Di dalam setiap kegiatan, AIDA selalu mencoba melibatkan para korban terorisme. Bahkan beberapa korban yang sudah memiliki kesiapan (secara mental), diberikan pendidikan dan pelatihan terkait komunikasi dan presentasi untuk dijadikan sebagai Tim Perdamaian AIDA dalam kegiatan yang dijalankan.
Kini hampir dua tahun berlalu. Sejak didirikan sebagai gerakan informal awal tahun 2013, dan secara resmi menjadi yayasan pada 21 November 2013, AIDA telah melaksanakan sejumlah ke-giatan bersama teman-teman korban. Semua kegiatan lembaga ini bertujuan untuk pemberdayaan korban dalam rangka pemenuhan hak dan peran mereka untuk menciptakan Indonesia yang lebih damai.
Kegiatan pertama kali yaitu Lokakarya bertema “Peran Korban Bom Terorisme dalam Aksi Nyata Membangun Indonesia Damai” yang digelar di Jakarta pada 30 Maret 2013. Puluhan korban dan keluarga hadir dalam kegiatan tersebut. Beberapa tokoh nasional juga turut hadir dalam kegiatan tersebut, di antaranya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas, peneliti senior terorisme Solahuddin dan tentu saja Ketua Pembina AIDA Farha Abdul Kadir Assegaf.
Setelah kegiatan lokakarya, AIDA melakukan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN I, SMAN II dan SMKN II Klaten, Jawa Tengah pada 18-23 Oktober 2013. Kegiatan kampanye perdamaian itu melibatkan Tim Perdamaian yang terdiri dari beberapa korban terorisme yaitu Hayati Eka Laksmi, Tumini, Eko Sahriyono, Soedarsono Hadisiswoyo, dan Sudirman A Talib serta mantan pelaku terorisme Ali Fauzi untuk berbagi pengalaman dan cerita/kisah kepada ratusan pelajar. Melalui kisah mereka para remaja diharapkan ke depan dapat menjadi generasi tangguh dalam menyemai perdamaian.
Di sela-sela kegiatan kampanye perdamaian di Klaten, AIDA juga mengadakan Training Tim Perdamaian di Yogyakarta pada 20-21 Oktober 2013. Kegiatan ini mempertemukan antara mantan pelaku dengan korban terorisme. Awalnya acara ini berjalan penuh dengan kesedihan karena para korban harus kembali mengingat dan menceritakan peristiwa bom yang telah melukai dan mengambil segalanya dari mereka. Bahkan di antara korban awalnya ada yang cenderung tertutup dan tidak akrab dengan Ali Fauzi sebagai mantan pelaku terorisme. Namun seiring berjalannya kegiatan mereka pun akhirnya mencapai keakraban, kebersamaan, kebahagiaan dan semangat persaudaraan. Bahkan sebagian di antara korban yang ikut dalam acara tersebut terus terjadi hubungan akrab dan hangat sebagai rekan aktivis perdamaian dengan Ali Fauzi hingga saat ini.
AIDA juga melakukan advokasi dan pendampingan kepada korban terorisme agar mendapatkan hak-haknya yang selama ini masih sangat lemah. Dalam memperjuangkan hak-hak korban terorisme, AIDA bersama mereka terlibat aktif mengikuti pertemuan dan memberikan masukan terhadap proses Revisi Undang-Undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebab korban terorisme pun layak mendapatkan hak-haknya sebagaimana hak-hak yang diperoleh para korban HAM berat. Alhasil, perjuangan AIDA bersama korban terorisme menuai hasil. UU tersebut telah disahkan DPR pada 24 September lalu dan kini sudah masuk pada tahap implementasi.
Dalam dua tahun belakangan ini, AIDA mendukung organisasi dan komunitas korban mengadakan peringatan peristiwa bom terorisme di Jakarta dan Bali. Pada 9 Agustus lalu, AIDA bersama teman-teman korban di Yayasan Penyintas mengadakan peringatan sebelas tahun Bom JW Marriot di Restoran Phinisi Jakarta. Sebanyak 25 korban dan keluarganya turut hadir dalam kegiatan tersebut.
AIDA pun bersama teman-teman korban di Forum Kuningan memperingati Satu Dekade Bom Kuningan yang digelar dengan aksi damai membagikan setangkai bunga yang bersematkan secarik kertas berisi pesan perdamaian kepada para pengguna jalan di depan Kedutaan Besar Australia. Setelah aksi damai selesai, rangkaian acara peringatan dilanjutkan dengan dialog bertema “Pemenuhan Hak dan Penguatan Korban Bom” di Hotel Royal Kuningan, Jakarta pada 9 September 2014. Sebelum acara di tutup, teman-teman korban diberikan kejutan dengan penampilan grup band D’Massiv yang menyanyikan beberapa hitsnya.
Begitu pun dengan peringatan dua belas tahun Bom Bali I. AIDA ikut serta dan mendukung acara peringatan Bom Bali I dalam bentuk tabur bunga dan doa bersama yang digelar di depan altar monumen tragedi kemanusiaan di Legian, Kuta, Bali pada 12 Oktober 2014, pagi hari. Pada siang hari AIDA turut hadir dalam acara workshop bertema “Bergandengan Tangan Memulihkan Trauma Menatap Masa Depan” yang dihadiri para korban Bom Bali I dan keluarganya.
Tentu saja AIDA tak akan berhenti sampai di sini. AIDA sudah menyusun beberapa kegiatan pemberdayaan dan pemenuhan hak korban serta kampanye perdamaian yang akan dilaksanakan tahun depan di beberapa wilayah program. Semua kegiatan AIDA tak lain untuk membangun Indonesia damai melalui peran korban.
AIDA sangat menyadari tantangan ke depan tidak jauh lebih ringan dibandingkan tahun-tahun lalu. Untuk itu, AIDA akan bekerja lebih keras lagi untuk mencapai cita-cita luhur bersama yaitu Indonesia damai melalui peran dan pemberdayaan korban. AIDA sangat membutuhkan dukungan dan masukan dari semua pihak untuk mencapai cita-cita di atas, khususnya dari teman-teman korban dan keluarga. (AS) [SWD]
Tulisan ini pernah dimuat di newsletter Suara Perdamaian, Edisi X Januari 2015