Home Suara Korban Lima Agustus Dua Ribu Tiga
Suara Korban - 04/10/2016

Lima Agustus Dua Ribu Tiga

Lima Agustus Dua Ribu Tiga

 

Hari itu……

Lima Agustus Dua Ribu Tiga

Kala siang terik menjelang

Sang Bagas tepat berdiri di atas ubun-ubun kepala

Ketika anak-anak Adam berlalu lalang

Sedang sibuk mencari ridho Sang Khalik

 

Tiba-tiba……

Terdengar suara menggelegar memekakkan telinga

Semburat merah menyala api membubung

Asap hitam terbang tinggi dan jelaga berjatuhan

Untuk sesaat suara hilang, sunyi senyap menyergap

Gendang telinga habis tanpa mendengar apa-apa

Mata nanar, sayu, lalu redup

Nafas tersengal-sengal, paru-paru tercekik

Jantung berlari kencang memburu mangsa darah dan oksigen

 

Ada apa……

Apa Tuhan sedang murka

Sudahkah waktunya hari akhir datang

Ya Tuhan, makhluk-Mu sedang terguncang

Berlarian…

Berteriak-teriak…

Menjerit…

Tergeletak…

Meregang nyawa…

 

Diriku……

Bagaimana dengan diriku

Kaget, bingung, bisu, tuli

Terlempar…. oleh angin panas yang menderu

Menghancurkan apa saja yang dilewatinya

Jatuh rubuh tak berdaya, terbakar dan hancur

 

Oh Tuhan Yang Maha Perkasa

Apa kiamat waktunya telah datang

Tidak…

Bukan…

Ternyata kekuatan kebencian yang datang

Perbedaan sikap dan pandangan yang menunjukkan bengisnya

Panji-panji bendera pemikiran sempit yang menghancurkan

Atas nama itu semua mereka merasa benar dan sah

Untuk memusnahkan yang berbeda suku

Untuk menghancurkan yang tidak sama keyakinan

Untuk membinasakan yang memiliki ras lain

Untuk membunuh perbedaan antargolongan

 

Dan aku……

Hanyalah korban, sia-siasalah sasaran

Tergeletak, hancur, remuk redam seluruh tulang

Dan hangus terbakar kulit badan

Sunyi, senyap, bisu, tuli dan tanpa harapan

Atas nama Kebenaran yang palsu

Atas nama Perjuangan yang salah tujuan

Atas nama Keyakinan tanpa tolerasi

Hancurlah kehidupan ini….

 

Pada hari itu……

Lima Agustus Dua Ribu Tiga

Perdamaian telah terkoyak

Rasa Kemanusiaan tercabik-cabik

Toleransi, kerukunan, pengertian, kasih sayang, rasa hormat hancur berkeping-keping

Semoga itu semua adalah yang terakhir…

Kita hidup bersaudara sebangsa setanah air

Kita hidup berdampingan atas nama perdamaian di seluruh muka bumi ini…

Salam damai untuk semuanya……

 

Kediri, 18 Juni 2016

 

Puisi ini ditulis oleh korban aksi teror bom di Hotel JW Marriott Jakarta, 5 Agustus 2003, Didik Hariyono. Akibat ledakan bom ia mengalami patah tulang di bagian kanan tubuhnya, dari tulang belikat di bahu hingga kaki dan luka bakar sekitar 65 persen di sekujur tubuhnya. Ia menjalani perawatan di rumah sakit selama kurang lebih 10 bulan, dengan 17 kali operasi secara bertahap. Bertahun-tahun Didik harus menjalani terapi dan mengonsumsi obat. Ia memutuskan berhenti dari perawatan pada tahun 2007, empat tahun setelah tragedi Bom JW Marriott. Kini Didik bekerja sebagai pegawai di kampung halamannya di Kediri, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *