Perjuangan Yang Menyelisihi Sunnah
Fenomena terorisme menjadi sangat viral dan populer di kalangan masyarakat Indonesia bahkan dunia. Terorisme menjadi momok yang menakutkan bukan hanya dilihat dari sisi ancaman latennya tetapi juga dari sisi fatalitasnya, yaitu banyaknya korban yang berjatuhan akibat tindakan tersebut. Korban yang dimaksud di sini adalah korban dari pihak sipil, nonkombatan, mereka yang tak tahu menahu tentang konflik atau kepentingan yang dipersoalkan teroris.
Sudah tak terhitung berapa banyak nyawa masyarakat sipil yang terenggut akibat kekejaman aksi terorisme. Di Timur Tengah, menurut data dari Iraq Body Count (IBC), lembaga independen pemantau korban perang Iraq, hingga Juli 2010 tercatat 97.461 hingga 106.348 korban jiwa sipil akibat konflik dan teror berkepanjangan di negara kaya minyak itu. Fenomena revolusi di negara-negara Arab (Arab Spring) beberapa tahun terakhir juga memakan banyak korban sipil, tak terkecuali di negara yang sekarang jadi perbincangan masyarakat internasional, Suriah.
Di negara tersebut kerusuhan politik meluas menjadi perang sipil, dan terorisme sering dijadikan sebagai strategi serangan kelompok-kelompok yang berperang. Konflik antara rezim Bashar Assad dengan kelompok oposisi bersenjata yang notabene juga warganya sendiri di Suriah telah berlangsung selama 5 tahun. Yang paling mencengangkan, korban sipil nonkombatan yang jatuh akibat perang sipil di negara itu mencapai 320.060 jiwa, ditambah dengan 10 juta orang terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga bahkan sampai Eropa (laporan Syria Observatorium for Human Right/SOHR, lembaga independen pemantau konflik di Suriah yang berbasis di London, tahun 2015).
Indonesia juga punya pengalaman diguncang teror yang memakan banyak korban jiwa. Melihat kembali peristiwa 14 tahun lalu, sebuah ledakan besar terjadi di Legian, Bali, menewaskan 202 orang warga sipil. Tahun-tahun setelahnya menyusul banyak rentetan aksi teror yang juga memakan korban sipil di Indonesia, seperti Bom JW Marriott 2003/2009, Bom Kuningan 2004, dan kasus terakhir Bom Thamrin 14 Januari 2016 lalu.
Para teroris sering mengklaim bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah atas nama agama, demi tegaknya hukum agama di Indonesia. Mereka mengklaim berada di atas sunnah namun justru banyak hal dari aksi mereka yang menyelisihi teladan Nabi Muhammad SAW.
Dalam al-Quran Surah al-Baqarah ayat 190 disebutkan: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. Dalam Tafsir al-Qurthubi, sahabat Ibnu Abbas ra, Umar bin Abdul Aziz dan Mujahid menafsirkan ayat di atas sebagai berikut: “Perangilah orang yang dalam keadaan sedang memerangimu, dan jangan melampaui batas sehingga terbunuhnya perempuan, anak-anak, tokoh agama dan semisalnya.”
Sebuah riwayat hadis menyebutkan, dari sahabat Abdullah bin Umar ra mengatakan, “Dalam beberapa peperangan Rasulullah SAW mendapati wanita terbunuh maka beliau mengingkari kejadian itu dan melarang pembunuhan wanita dan anak-anak” (hadis riwayat al-Bukhari).
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa wanita, anak-anak, orang sakit, orang tua, dan orang-orang yang sudah lemah fisiknya tergolong kelompok yang tak boleh diganggu kendati dalam situasi perang. Mereka adalah golongan lemah yang besar kemungkinannya tidak terlibat perang, namun rentan terjebak dan menjadi korban perang.
Nabi jelas melarang jatuhnya korban sipil nonkombatan dalam peperangan. Dalam sebuah riwayat hadis lainnya bahkan disebutkan binatang dan pepohonan di wilayah perang harus tetap dijaga keutuhannya. Sederhananya, dalam Islam aktivitas perang yang disyariatkan dan disebut sebagai jihad ada konteks, adab dan aturannya. Salah satu tujuan jihad selain untuk mengesakan Allah adalah untuk menghadirkan kemaslahatan umat, bukan sebaliknya memunculkan mala petaka di masyarakat. Dalam konteks kekinian, aksi dan perjuangan kelompok-kelompok teror sangat nyata menyelisihi ajaran Rasulullah SAW sebab sama sekali tidak membuat kemaslahatan, malah menimbulkan keburukan.
Aksi teror jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM) dan ajaran agama. Seorang ulama dari Universitas Al-Azhar Kairo, Yusuf Qardhawi, berpandangan syariat Islam menjunjung tinggi HAM dengan lebih sempurna ketimbang konsep HAM ala Barat. Dalam bukunya, Madkhal li Ma’rifatil Islam, Qardhawi menjelaskan Barat memandang HAM sebagai kebebasan pribadi yang melekat dalam diri manusia sedangkan Islam memandang HAM sebagai kewajiban setiap orang untuk menghormati dan melindungi kebebasan itu. Konsep HAM ala Barat bersumber pada deklarasi universal tentang HAM yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 1948, sementara HAM dalam Islam bersumber dari syariat agama dan telah ada, dijamin dan lestari sejak 14 abad silam.
Bila secara faktual menimbulkan kerusakan dan bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW, lalu masih pastaskah terorisme yang terang-terang merampas hak kemerdekaan manusia serta menimbulkan kerusakan di masyarakat diklaim sebagai jihad? [SWD]
Oleh Fikri
Program Pascasarjana Universitas Indonesia