Tangis Korban Bom Sri Lanka
Aliansi Indonesia Damai – Sebanyak 253 orang menjadi korban tewas dalam peristiwa bom di Sri Lanka saat perayaan Paskah, Minggu (21/4/2019). Dari sekian banyak korban, salah satu kisah memilukan datang dari seorang pria bernama Sudesh Kolonne. Warga Sri Lanka yang pada 2014 pindah kebangsaan menjadi Australia ini kehilangan istri dan anak semata wayangnya dalam peristiwa berdarah tersebut.
Berbicara di hadapan Nine News Australia, Sudesh menceritakan kronologi tewasnya istri dan anaknya. Pada hari kejadian, Sudesh dan keluarga berangkat ke Gereja St. Sebastian, Negombo, untuk mengikuti misa Paskah. Seusai perayaan, Sudesh keluar dari gereja terlebih dahulu, meninggalkan istri dan anaknya yang masih berada di dalam gereja.
Pada saat itulah sebuah ledakan bom meluluhlantakkan Gereja St. Sebastian, dan menewaskan ratusan orang di dalamnya, termasuk keluarga Sudesh. Ketika mendengar ledakan, Sudesh bergegas kembali masuk ke dalam gereja. Dia melihat potongan tubuh tersebar di mana-mana. Dalam kondisi putus asa, dia berusaha mencari istri dan anaknya.
Sudesh menemukan istri dan anaknya dalam kondisi tergeletak dan berdekatan. “Saya bergegas menghampiri istri dan anak saya. Saya memeluk anak saya, dan ternyata dia sudah meninggal. Tepat di sampingnya ada istri saya. Saya mengangkat tubuhnya yang sudah hancur. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu. Dia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit,” kenang Sudesh sambil terisak.
Sudesh merasakan kesedihan yang mendalam akibat peristiwa ini. Dia tidak menyangka akan kehilangan orang yang begitu spesial dalam hidupnya. “Anak saya punya kepribadian yang luar biasa. Dia suka menari dan menulis lagu,” katanya. Sementara itu, ia menggambarkan istrinya sebagai seorang wanita yang cerdas dan berbakat dalam hal bisnis. Keduanya memang membuka usaha konsultasi bisnis di Australia sejak tahun 2014.
Sudesh mengaku masih belum sanggup menerima kenyataan. Dia terheran-heran bagaimana mungkin ada manusia yang tega menghabisi nyawa istri dan anaknya yang tak bersalah. “Sangat sulit (menerima kenyataan ini). Mengapa ada yang tega melakukannya? Membunuh orang-orang tak bersalah di dalam gereja mereka? Ayolah, tidak ada manusia yang (tega) melakukan itu,” tutur Sudesh.
Secara terpisah, sejumlah pendeta dari gereja-gereja yang menjadi sasaran aksi terorisme mengajak masyarakat Sri Lanka untuk memaafkan pelaku. Jude Fernando, pendeta Gereja St. Anthony, Kochchikade mengatakan bahwa dia dan komunitasnya telah memaafkan pelaku. Baginya, Tuhan tidak mengajarkan pembalasan dendam, melainkan perdamaian. “Kami mencintai perdamaian. Kami sudah memaafkan,” ujarnya seperti dilansir DNA India.
Seorang pendeta senior dari Gereja Zion, Batticaloa juga menyampaikan hal senada. Dia meminta masyarakat agar tetap menjaga perdamaian dan ketenangan, serta tidak menyebarkan kebencian kepada komunitas lain. “Inilah saatnya kita memaafkan pelaku,” ungkapnya.
Sebelumnya, komunitas muslim Sri Lanka telah menggelar aksi damai dengan membentangkan spanduk kecaman serangan teror, serta menyampaikan solidaritas kepada umat Kristiani, beberapa hari setelah kejadian. Mereka ingin menunjukkan bahwa kelompok teroris tidak mewakili umat Islam di Sri Lanka. Umat muslim yang merupakan warga minoritas di Kolombo bahkan menawarkan masjid mereka untuk dijadikan tempat beribadah bagi umat Kristiani. [FAH]
1 Comment