Luka dan Derita, Yang Tersisa dari Serangan Bom Kampung Melayu
Aliansi Indonesia Damai – Aksi teror bom di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur tepat dua tahun lalu dari hari ini terjadi (24 Mei 2017). Peristiwa itu menyebabkan tiga orang korban meninggal dunia, dan belasan lainnya luka-luka. Para korban yang meninggal dunia adalah anggota polisi yang sedang bertugas mengawal pawai obor jelang bulan Ramadan 1438 H. Sejumlah warga sipil sintas dari serangan teror itu. Salah satunya ialah Susi Afitriyani, warga Desa Karangsambung, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Perempuan yang akrab disapa Pipit itu merupakan mahasiswi jurusan manajemen Universitas Azzahra Jakarta Timur. Kejadian kelam itu masih terngiang di benaknya sampai sekarang. Bahkan, luka dan penderitaan akibat tragedi itu juga masih ia alami.
Pada malam kejadian, sepulang kuliah ia bersama teman sekampusnya, Jihan Tholib, sedang berada di area Terminal Bus Kampung Melayu, menanti mobil angkutan umum untuk pulang ke kosnya. Pipit memang kuliah mengambil kelas malam khusus karyawan, sebab siangnya harus bekerja mencari nafkah. Ia kuliah di Jakarta itu pun tanpa sepengetahuan orang tuanya di kampung. Ia punya cita-cita, kelak bila studinya telah tamat akan memberikan kejutan kepada ibunya dengan menyodorkan undangan wisuda. Ia ingin menunjukkan kepada ibunda bahwa putrinya mampu hidup mandiri dan sukses.
Malam itu, sembari menunggu angkot datang, ia menelepon ibunya di Brebes. Sontak ia terkaget bukan kepalang saat ledakan tiba-tiba terjadi. Ia rasakan jaraknya sangat dekat, tepat di balik punggungnya, dan bunyi ledakan itu sangat kencang. Ia sempat mengira telepon genggamnya yang meledak, sebelum akhirnya sadar ternyata ada aksi bom bunuh diri.
Pipit mengalami luka di bagian tangan dan punggung dengan kondisi daging terkelupas hingga terlihat tulangnya. Akibat dari ledakan itu, cacat fisik masih dirasakannya sampai sekarang. Dalam sebuah kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Bandung pada awal April 2019, ia mengenang penderitaannya akibat Bom Kampung Melayu. “Bahu bagian belakang dan lengan sebelah kanan saya masih belum berfungsi dengan baik, dan rasa sakit masih sering saya rasakan sampai sekarang, meski sudah terpasang pen,” ungkapnya. Hingga kini ia masih kesulitan menggerakkan tangan kanan bila menyambut ajakan salaman dari orang lain.
Mahasiswi semester IV Universitas Azzahra Jakarta itu sempat merasa sangat terpukul atas musibah yang dialaminya. Pasalnya, setelah terdampak aksi teror tersebut ia menjadi terhalang untuk melakukan aktivitas sehari-harinya. Ia merasa sedih lantaran khawatir cita-citanya untuk membahagiakan orang tuanya, yaitu kuliah dan bekerja dengan sukses di Jakarta, terancam gagal. Meskipun demikian, Pipit tidak lantas berputus asa. Setelah mengambil cuti kuliah selama 2 semester untuk proses pemulihan, kini ia kembali menjalani hari-harinya dengan semangat. Alih-alih menaruh dendam kepada pelaku terorisme, ia memilih untuk memaafkan, dan fokus menggapai mimpinya.
Jihan Tholib, rekan Pipit sesama mahasiswa Universitas Azzahra, juga menjadi korban Bom Kampung Melayu 2017. Berbagai serpihan benda asing menancap ke tubuhnya, dan ledakan membuatnya terjatuh ke aspal. Luka yang paling parah ia derita di bagian punggung, lengan, dan kaki.
Selain Pipit dan Jihan, sejumlah warga sipil juga mengalami luka akibat tragedy Bom Kampung Melayu. Di antaranya, Agung (sopir bus kota), Damai Sihaloho (sopir mikrolet), Tasdik (karyawan sebuah bank plat merah). Dari pihak kepolisian di samping Bripda Topan, Bripda Ridho Setiawan, dan Bripda Imam Gilang Adinata -ketiganya anggota Sabhara Polda Metro Jaya- yang meninggal dunia, sejumlah lainnya mengalami cedera.
Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Kampung Melayu, Jakarta Timur pada Rabu (24/5/2017) menambah deret panjang kejadian terorisme di Indonesia. Ledakan terjadi dua kali. Pertama, di depan toilet Halte Transjakarta Kampung Melayu sekira pukul 21.00 WIB. Selang lima menit kemudian, ledakan kedua menggelegar di area Terminal Bus Kampung Melayu, sekitar 10 meter dari lokasi pertama. Serangan itu terjadi hanya dua hari sebelum umat Islam memasuki bulan Ramadan 1438 H. Para pelaku diduga merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan berafiliasi ke kelompok teroris internasional ISIS. Dua pelaku tewas dalam serangan tersebut. [TH]