Menjalin Ukhuwah
Rasa syukur dan lega di dalam dada. Setelah melewati momen hari raya Idul Fitri dan ibadah puasa selama sebulan lamanya, kita juga berhasil melewati periode panjang hiruk-pikuk politik di tanah air. Kini, saatnya menatap hari-hari ke depan dengan ukhuwah islamiyah, yakni jalinan rasa persaudaraan, kerukunan, kedamaian, persatuan dan solidaritas terhadap orang atau kelompok lain dalam interaksi sosial (mu’amalah ijtima’iyah).
Secara semantik, kata ‘ukhwah’ dalam Bahasa Arab mengandung makna persaudaraan, yakni persaudaraan keturunan yang dijalin oleh ikatan keluarga, sebangsa, dan seagama. Sementara kata ‘islamiyah’ adalah kata sifat yang mengandung makna nilai-nilai islam atau sesuai panduan dan ajaran Islam. Dengan demikian, ukhuwah islamiyah berarti persaudaraan yang islami yang diajarkan oleh agama Islam, yakni menjalin hubungan sosial berdasarkan asas perdamaian.
Ukhuwah yang semestinya kita bina haruslah melalui berbagai persamaan, bukan perbedaan. Islam datang di muka bumi ini untuk menekankan persaudaraan dan menganjurkan titik temu. Sebagaimana di dalam Al-Quran disebutkan, “mari berpegang pada kalimat yang sama” QS. Ali Imran/3: 64. Artinya, semakin banyak kita mencari persamaan, maka semakin kokoh pula persaudaraan yang terbina. Titik persamaan pada akhirnya menjadikan seseorang merasakan yang dirasakan saudaranya; mengulurkan tangan sebelum diminta dan memperlakukan saudaranya atas dasar empati dan welas asih.
“Titik persamaan pada akhirnya menjadikan seseorang merasakan yang dirasakan saudaranya.”
Namun demikian, dalam praktiknya, membangun ukhuwah islamiyah bukanlah hal yang mudah sebagaimana membalikkan telapak tangan. Beberapa langkah yang dapat diupayakan adalah dengan hubungan sosial yang konkrit seperti silaturrahim, rekonsiliasi (islah) jika terjadi perselisihan, mengedepankan musyawarah hingga memenuhi hak-hak orang lain. Tentu saja yang paling penting adalah menghindari konflik dengan menahan diri tidak berkomentar untuk masalah-masalah yang belum jelas.
Pengalaman Aliansi Indonesia Damai (AIDA) mendampingi sejumlah mantan pelaku terorisme bertemu para korbannya, terjalin spirit ukhuwah islamiyah di antara keduanya. Secara logika, cukup mustahil kedua belah pihak bisa bertemu, apalagi saling meminta dan memberikan maaf. Namun faktanya, dengan proses yang panjang dan kemauan menjalin ukhuwah islamiyah, kedua pihak berkenan untuk bersilaturrahim, berdialog dengan empati, bahkan bersama-sama mengampanyekan perdamaian kepada generasi muda di tanah air. Sungguh, rasa haru dan bergetar di dalam jiwa, setiap kali kita melihat kedua belah pihak saling berangkulan.
Dengan keluasan hati, para korban memilih memaafkan dan bangkit dari semua masalah yang dihadapi. Sementara mantan pelaku hijrah ke jalan perdamaian dan menyesali perbuatannya. Ketika uluran tangan itu bertemu, antara permintaan maaf dan pemberiaan maaf, maka sesungguhnya yang terjadi ketika itu adalah dua pihak telah menjalin ukhuwah Islamiyah. Memaafkan adalah cara luhur Nabi Muhammad Saw. untuk memulai kedamaian dan mewujudkan suasana harmoni di antara sesama.
Spirit ukhuwah Islamiyah yang ditunjukkan para korban dan mantan pelaku terorisme adalah langkah nyata untuk mempererat rasa persaudaraan di antara sesama. Persaudaraan islami itu muncul karena adanya persamaan. Semakin banyak titik temu yang ada maka akan semakin kokoh ikatan persaudaraan tersebut. Kita sebagai umat manusia membutuhkan terjalinnya ukhuwah Islamiyah, karena fitrahnya, setiap umat manusia membutuhkan ketenangan dan kenyamanan ketika berada di antara sesamanya.