Home Berita AS Perpanjang Kompensasi Korban 9/11
Berita - 29/07/2019

AS Perpanjang Kompensasi Korban 9/11

Aliansi Indonesia Damai – Suatu kebijakan tentang kompensasi korban 9/11 oleh Senat dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) patut dijadikan contoh oleh pemerintah Indonesia. Pasalnya, para penerima kompensasi tidak saja mencakup mereka yang menjadi korban langsung (meninggal dan luka-luka), melainkan juga mereka yang disebut sebagai  first responders, yaitu orang-orang yang terlibat penyelamatan para korban, yang mengalami komplikasi kesehatan sebagai akibat tidak langsung dari serangan 9/11.

Pekan lalu (23/7), Senat Amerika Serikat (AS) telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) tentang perpanjangan kompensasi untuk korban Tragedi 9/11. Dalam pemungutan suara pekan lalu, 97 suara setuju (berbanding 2 suara menolak dari anggota senat) meloloskan regulasi yang melindungi para pihak yang terdampak serangan teror 11 September 2001 di New York, Pentagon, dan Shanksville, Pennsylvania. 

Dari regulasi baru tersebut, anggaran kompensasi bagi korban 9/11 mengalami penambahan USD 10,2 miliar untuk sepuluh tahun ke depan, kemudian akan terus diperpanjang hingga tahun 2092 agar bisa menjamin kehidupan 190.000 penyintas di seluruh Amerika. Proposal pengajuan yang sudah disepakati oleh Senat tersebut telah ditandatangani Presiden Donald Trump pada Senin (29/7).

Kebijakan AS tentang Kompensasi

Sebelumnya AS membuat kebijakan tentang kompensasi untuk penyintas segera setelah serangan teroris 9/11 terjadi. Pada tahun 2001, AS membentuk Victim Compensation Fund (VCF) sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam menangani pemberian kompensasi kepada korban atau ahli warisnya.

VCF telah memberikan kompensasi untuk 5.560 korban dari tahun 2001 hingga 2004 . Sebanyak 2.880 penerima dari 2.963 klaim kematian mendapatkan kompensasi dengan nilai rata-rata sebesar USD 2.08.128 hingga USD 7,1 juta. Sedangkan 2.680 korban terluka dari 4.445 klaim mendapatkan kompensasi sebesar USD 500 hingga USD 8,6 juta.

Melihat perkembangan dan munculnya korban baru yang terdampak tidak langsung dari aksi terorisme 9/11 tersebut, RUU kompensasi untuk para korban dan first responders kembali diajukan  pada tahun 2006. Usulan tersebut muncul setelah terkuak fakta bahwa banyak dari mereka yang mengalami sakit parah pascakejadian teror. 

Hal ini pertama kali diketahui dan disampaikan ke publik setelah otoritas AS yang melakukan autopsi terhadap jasad James Zadroga, polisi yang bertugas dalam evakuasi serangan 9/11. Zadroga meninggal setelah menderita gangguan pernapasan kronis. Hasil autopsi menunjukkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh paparan partikel kimia berbahaya ketika ia melakukan evakuasi di sekitar runtuhan gedung WTC. Fakta tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Kementerian Lingkungan AS yang menyatakan bahwa kualitas udara di Manhattan menjadi lebih rendah setelah serangan terjadi, sedangkan banyak pekerja tidak menggunakan respirator ketika melakukan evakuasi di tumpukan puing-puing bangunan. Namun, RUU ini gagal untuk disahkan.

RUU kembali diajukan pada tahun 2010 dan berhasil ditandatangani oleh Presiden Barack Obama pada Januari 2011. RUU tersebut kemudian dikenal dengan nama James Zadroga 9/11 Health and Compensation Act. Penandatanganan tersebut sekaligus mengaktifkan kembali VCF untuk menangani kasus penyintas yang mengalami gangguan kesehatan setelah kejadian 9/11 dengan rencana pendanaan hingga Desember 2020. Namun, adanya lonjakan klaim akhir-akhir ini menyebabkan alokasi dana sebesar USD 7,4 miliar semakin cepat habis sehingga ditakutkan tidak akan mampu menutupi kebutuhan korban di tahun-tahun selanjutnya.

Hingga awal tahun 2019, pemerintah AS melalui VCF telah memberikan kompensasi sebanyak USD 5 miliar bagi 21.000 korban. Namun, masih ada 190.000 korban lain yang harus dipenuhi. Akibatnya, pembayaran kompensasi terhadap korban dan keluarga terdampak akan mengalami pengurangan hingga 70%, jika mereka melakukan klaim setelah 2 Februari 2019.

Jon Stewart, berbicara atas nama para korban serangan teror 9/11
dalam konferensi pers di Capitol, Washington

Perjuangan Penyintas AS

Akibat dana yang terus berkurang dan adanya pemotongan kompensasi, banyak penyintas datang ke Kongres untuk memohon perpanjangan pendanaan. Pada Juni 2019, Jon Stewart, orang yang selalu memperjuangkan hak penyintas 9/11 duduk bersama first responder bernama Luis Alvarez dalam dengar pendapat tingkat tinggi untuk perpanjangan pendanaan. Dua minggu setelah memberikan pernyataan, Alvarez meninggal akibat kanker yang disinyalir disebabkan oleh zat beracun yang tanpa sadar ia hirup selama 3 bulan di sekitar gedung WTC. Hingga akhir tahun diperkirakan akan ada lebih banyak korban meninggal karena terpapar racun setelah serangan dibandingkan dengan korban langsung akibat serangan itu sendiri.

Dilansir New York Post, nama Luis Alvarez akan digunakan dalam kompensasi kesehatan untuk penyintas 9/11, bersamaan dengan nama Ray Pfeifer dan James Zadroga. Sebagaimana diungkapkan oleh Senator Kristen Gillibrand, “Luis Alvarez, Ray Pfeifer dan James Zadroga adalah pahlawan 9/11 yang mengabdikan hidupnya untuk membantu yang lain, dan sudah selayaknya bahwa undang-undang ini dinamai (atas nama mereka) untuk menghormatinya.”

Ray Pfeifer merupakan petugas pemadam kebakaran yang menghabiskan satu minggu penuh bermalam dalam mobil pemadam kebakaran setelah serangan, dan melakukan penggalian evakuasi di bawah Twin Towers selama 8 bulan. Pfeifer meninggal pada Mei 2017 setelah berjuang melawan kanker selama 8 tahun. Kanker tersebut diyakini merupakan dampak dari kegiatan evakuasi pascaserangan 9/11. Perjuangan mereka tidak sia-sia, UU tentang Kesehatan dan Kompensasi bagi korban dan first responders telah ditandatangani oleh Presiden Trump. [WR]

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *