Home Berita Peringatan 15 Tahun Bom Kuningan, Korban Didorong Menjadi Duta Perdamaian
Berita - Pilihan Redaksi - 24/09/2019

Peringatan 15 Tahun Bom Kuningan, Korban Didorong Menjadi Duta Perdamaian

Aliansi Indonesia Damai– Keluarga besar penyintas terorisme menggelar acara Peringatan 15 Tahun Tragedi Bom Kuningan, di Jakarta pekan lalu. Kegiatan terselenggara berkat kerja sama Forum Kuningan (FK), paguyuban para korban Bom Kuningan 2004, Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), dan Aliansi Indonesia Damai (AIDA). Selain mengenang yang telah tiada akibat serangan teror, para penyintas saling bersilaturahmi, menguatkan hubungan di antara mereka.

Hadir dalam kegiatan pagi itu para anggota FK beserta keluarganya, beberapa orang penyintas perwakilan YPI, dan sejumlah tamu undangan perwakilan lembaga negara. Beberapa jurnalis media massa juga hadir untuk meliput acara.

Ketua YPI yang juga merupakan korban Bom Kuningan 2004, Sucipto Hari Wibowo, mengajak para koleganya agar bangkit dari berbagai penderitaan akibat bom, sehingga bisa menatap kehidupan lebih baik. Ia mengharapkan para korban bisa bersama-sama menciptakan perubahan dalam diri masing-masing, yaitu perubahan dari seorang korban terorisme menjadi orang yang bisa berkontribusi memberikan kebaikan bagi masyarakat, dengan cara mengampanyekan perdamaian.

Baca juga Harapan Penyintas Usai 1.5 Dekade Bom Kuningan

“Kami bersama-sama memulihkan dan memberikan dukungan moral kepada para korban supaya bisa berperan menjadi penyintas agar dapat menginspirasi dan mendukung para korban yang masih punya trauma selama hidupnya. Kami terus berupaya agar jumlah duta perdamaian terus bertambah. Walaupun kami sadar bahwa upaya ini tak semudah membalikkan telapak tangan karena korban bom itu butuh waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri,” ujarnya.

Acara Peringatan Tragedi Bom Kuningan kali ini diisi dengan diskusi berbagi pengalaman sejumlah penyintas dalam menjalani kehidupan setelah terdampak musibah. Mereka adalah Ni Luh Erniati (korban Bom Bali 2002), Josuwa Ramos (korban Bom Kuningan 2004), Agus Kurnia (korban Bom Thamrin 2016), dan Jihan Talib (korban Bom Kampung Melayu 2017). Secara bergantian mereka mengisahkan perjalanan hidup masing-masing, bagaimana mereka mampu mengalahkan kesakitan dan kesedihan akibat tragedi, serta kiprah mereka saat ini menjadi duta perdamaian bersama AIDA.

Salah seorang korban Bom Kuningan, Josuwa Ramos, menceritakan bagaimana ia bisa bertahan hidup meski mengalami trauma berat. Josuwa, yang kala itu berusia 20 tahun, tak pernah menyangka sebelumnya akan mengalami peristiwa mengerikan pada 2004 itu. Saat kejadian ia bekerja sebagai tenaga keamanan di Kedutaan Besar Australia. Josuwa sedang bertugas sebagai car checker, pemeriksa setiap mobil yang akan masuk ke Kedutaan. Namun, tiba-tiba ledakan terjadi dari sebuah mobil yang berjarak sekitar 6 meter dari tempatnya berdiri.

Baca juga Mulailah Berdamai Dengan Diri Sendiri

Ledakan bom itu mengakibatkan banyak serpihan benda padat menancap di beberapa bagian tubuhnya.  “Kaki di betis ada plat sebesar ini (ia mengisyaraktan dengan jari telunjuk), dan di dengkul itu ada yang runcing panjang sekitar 4 milimeter. Dia nancap di tengah-tengah, jadi di angkle,” kata Josuwa. Selama dua bulan sejak tragedi ia mengalami trauma berat. Ia mengaku sempat membenci dan ingin membalas dendam kepada para pelaku. Akan tetapi, seiring waktu setelah kondisinya membaik, dan berkat dorongan orang-orang terdekat, Josuwa bisa berbesar hati untuk melenyapkan dendam dan memaafkan mereka. Kuncinya, kata dia, adalah menata hati dan pikiran untuk tetap positif menjalani takdir yang digariskan Tuhan.

“Menerima dulu bahwa kejadian itu adalah anugerah yang Allah berikan. Saya sudah memaafkan pelaku, jauh sebelum saya ketemu,” ucapnya.

Ia merasakan, dengan sikap penerimaan atas segala yang terjadi bisa membuatnya kuat secara psikis, tidak terbebani kepedihan masa lalu meskipun ia tak akan pernah melupakan tragedi yang menimpanya. Sejak awal 2019 Josuwa mulai berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan kampanye perdamaian bersama AIDA. Salah satu bentuk kegiatannya yaitu berkunjung ke sejumlah Lembaga Pemasyarakatan untuk berdialog dan menyampaikan pesan perdamaian kepada narapidana yang terlibat kasus terorisme (napiter). Satu hal yang membuatnya haru adalah ketika ada seorang napiter yang tidak terlibat Bom Kuningan 2004 tetapi melayangkan permintaan maaf kepadanya. Hal itu menyentuh hati Josuwa hingga membuatnya merasa iba, dan berkeyakinan bahwa pelaku teror masih memiliki rasa kemanusiaan.

“Alhamdulillah, saling memaafkan dan berpelukan, satu sama lain menerima, baik korban dan pelaku,” ucapnya lirih.

Pejabat pemerintah perwakilan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyampaikan dukungan dalam kegiatan pagi itu. Diharapkan, perhatian dan tanggung jawab pemerintah sebagai kepanjangan tangan negara semakin bisa dirasakan oleh para korban. Perwakilan dari UNODC, kantor PBB untuk urusan obat-obatan terlarang dan tindak pidana, juga hadir dan menyampaikan dukungan kepada para korban. [TH]

Baca juga “Bukan karena Teroris Kakakmu Nggak Ada”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *