Home Berita Harapan Penyintas Usai 1.5 Dekade Bom Kuningan
Berita - Pilihan Redaksi - 09/09/2019

Harapan Penyintas Usai 1.5 Dekade Bom Kuningan

Aliansi Indonesia Damai – Tanggal 9 September 15 tahun silam, masih lekat dalam ingatan Nanda Olivia Daniel sebuah ledakan besar terjadi hingga merusak segalanya. Sebuah mobil boks bermuatan bom meledak hebat di Jl. HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia. Dilansir Global Terrorism Database, sedikitnya 9 orang meninggal dan 180 lainnya terluka dalam serangan tersebut.

Saat kejadian, Nanda sedang berada di dalam bus kota yang melintas di Jl. HR Rasuna Said. Pagi itu, seperti biasa ia hendak berangkat kuliah ke kampusnya, STIE Perbanas, yang terletak di kawasan Kuningan. Ledakan bom menyebabkan guncangan sangat keras terhadap bus yang ditumpanginya. Nahas, ia dan beberapa penumpang tersungkur keluar bus hingga terluka.

Nanda harus menerima kenyataan pahit bahwa luka yang diakibatkan dari Bom Kuningan menyisakan kecacatan sepanjang sisa umurnya. Jari-jari tangan kanannya mengalami fraktur dan tidak dapat difungsikan normal seperti sedia kala.

Baca juga Luka Itu Tak Membuatnya Dendam pada Teroris

Kini, 1.5 dekade pascatragedi Bom Kuningan berlalu, duka dan derita yang dialami korban masih ada, baik fisik maupun psikis.

Bagi Nanda, sejak serangan teror terjadi, bantuan dari pemerintah memang sudah ada untuk para korban. “Saat kejadian, semua biaya pengobatan ditanggung oleh pemerintah, meski banyak kekurangan di sana-sini,” tuturnya kepada AIDA melalui sambungan telepon, Senin (9/9). Akan tetapi, bantuan tersebut hanya bertahan dua tahun pascaserangan. Tanggung jawab pemberian bantuan kepada korban diambil alih oleh Kedutaan Besar Australia.

Bantuan dan dukungan pihak asing itu tidak hanya mencakup biaya pengobatan tapi juga pemenuhan kebutuhan lainnya, seperti biaya pendidikan untuk anak-anak korban.

Baca juga “Bukan karena Teroris Kakakmu Nggak Ada”

Memeringati 15 Tahun Tragedi Bom Kuningan, korban mengharapkan agar hak-haknya yang belum terpenuhi segera ditunaikan oleh Negara, salah satunya adalah kompensasi atau ganti rugi Negara kepada korban. Nanda selaku pengurus Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), paguyuban para korban terorisme di Tanah Air, mengapresiasi upaya pemerintah yang mulai memenuhi hak-hak korban, salah satunya melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pihaknya mendorong agar pelayanan bantuan dari pemerintah semakin menyeluruh bisa dirasakan oleh para korban. Saat ini, menurut Nanda, tidak hanya korban Bom Kuningan yang belum terpenuhi haknya secara total, namun juga korban dari aksi terorisme lainnya, seperti Bom Bali 2002, Bom Bali 2005, dan serangan teror lainnya.

Perempuan berkaca mata itu mengharapkan agar pemerintah sebagai kepanjangan tangan Negara bisa lebih peka, bekerja menggunakan hati, dan peduli kepada korban. “Karena selama ini pemerintah belum sepenuhnya ada untuk memperhatikan kondisi para korban pascakejadian tersebut,” paparnya.

Selain itu, ia berharap agar momen Peringatan 15 Tahun Bom Kuningan bisa menyadarkan khalayak umum untuk senantiasa menjaga perdamaian di Indonesia agar tetap lestari, dan kejadian serupa jangan sampai terulang di masa depan. Sebagai penyintas Bom Kuningan, Nanda berpesan kepada rekan-rekannya sesama korban aksi terorisme agar berdamai dengan masa lalu. “Kalau kita merasa tersakiti dan membalas, akan membuat sakit hati yang baru, dan mungkin juga akan menciptakan teroris-teroris yang baru,” ucapnya. [NOV]

Baca juga Pesan Terakhir Ayah Kepada Sang Anak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *