Home Berita Kunci Perdamaian Adalah Persaudaraan
Berita - Pilihan Redaksi - 19/09/2019

Kunci Perdamaian Adalah Persaudaraan

Aliansi Indonesia Damai- Dalam acara Halaqah Alim Ulama bertema “Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” di Surakarta akhir Agustus lalu, Wakil Rais Syuriah PW Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, KH. M. Dian Nafi, mengatakan bahwa kunci terwujudnya perdamaian adalah persaudaraan di antara masyarakat.

Menurutnya, perdamaian adalah misi utama dari agama Islam, serta basis paling dasar untuk mencapai perdamaian adalah menjalin persaudaraan.

Kegiatan yang digelar Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bekerjasama dengan Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan tersebut menghadirkan tokoh nasional sekaligus penggagas Gerakan Suluh Kebangsaan, Prof. Dr. Mahfud MD, sebagai keynote speaker. Sosiolog Universitas Indonesia, Imam B. Prasodjo, dan sejumlah tokoh dihadirkan pula sebagai pembicara. Di antaranya, KH. M. Dian Nafi, Josuwa Ramos (penyintas aksi teror Bom Kuningan 2004), Kurnia Widodo (mantan narapidana kasus terorisme), dan Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi. Anggota Lembaga Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Zuly Qodir, memoderatori jalannya Halaqah.

Baca juga Meneladani Akhlak Nabi dalam Kisah Penyintas

Dalam kegiatan tersebut, Josuwa dan Kurnia secara bergantian membagikan pengalaman hidup masing-masing di hadapan ratusan alim ulama yang hadir sebagai peserta. Josuwa menceritakan, meskipun dirinya terluka hingga terjadi pembengkakan di antara tulang kering dan lutut kirinya akibat ledakan bom, ia telah memaafkan pelakunya. Sebagai mualaf, ia mengaku terinspirasi dari kisah Nabi Muhammad Saw. yang menerima berbagai penderitaan yang ditimpakan oleh orang-orang yang beliau dakwahi.

Pun dengan Kurnia Widodo, meskipun dahulu pernah terjerumus ke dunia kelam terorisme, ia kini telah bertobat dan menyadari kekeliruannya. Kalimat pertama yang ia tekankan ketika diberi kesempatan bicara adalah meminta maaf kepada korban. Ia menyesal pernah tergabung dengan kelompok teroris, dan mengaku sebelumnya tak pernah memikirkan dampak aksi kekerasan terhadap korbannya.

“Mari kita ambil ibroh dari kisah Nabi Yusuf, yang tabah dan menerima seluruh nestapa. Ini ajaran Al-Quran, harus mengkonstitusi kehidupan kita.”

Kiai Dian menjelaskan bahwa pengalaman korban dan mantan pelaku terorisme melewati titik paling sulit dalam kehidupannya mengandung pembelajaran (ibroh) penting. Dari pengalaman korban, Kiai Dian mengajak tokoh masyarakat untuk mengambil pembelajaran dari kisah Nabi Yusuf As. yang tabah dan ikhlas luar biasa menerima berbagai ujian. “Mari kita ambil ibroh dari kisah Nabi Yusuf, yang tabah dan menerima seluruh nestapa. Ini ajaran Al-Quran, harus mengkonstitusi kehidupan kita,” jelasnya.

Ia meyakini, tak mudah bagi korban untuk menerima kenyataan yang ada dan memaafkan pelaku. Sekalipun korban telah memaafkan, bagaimana kemudian dengan keluarganya, teman-temannya dan sebagainya. Karena itu menurutnya, keberadaan korban dengan segala luka dan derita yang dialami harus menyadarkan masyarakat akan pentingnya perdamaian, dan setiap cara-cara kekerasan telah merusak kehidupan manusia.

“Dari korban kita belajar betapa perdamaian itu amat sangat mahal. Karena itu penting belajar dari kisah (ibroh),” paparnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan itu menambahkan, semakin berat ujian yang dihadapi seseorang, maka semakin tinggi pula derajat yang akan ia peroleh. Apalagi, bagi para korban yang tidak putus asa, tidak menyerah dan bangkit dari penderitaan itu, maka ketika itu pula ia telah mencapai taraf akhlakul karimah yang sangat luhur.

“Semakin tinggi penderitaan seseorang, semakin tinggi pula derajat orang itu,” pungkasnya. [AH]

Baca juga Alim Ulama Harapan Perdamaian Bangsa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *