28/03/2021

Keluwesan dalam Beragama

Aliansi Indonesia Damai – Perspektif yang luas menjadi kunci penting dalam kehidupan beragama. Dengan perspektif yang luas, maka prinsip dan keyakinan dalam beragama lebih mudah diamalkan dalam ruang yang dinamis dan kompleks. Begitulah yang diungkapkan oleh Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang diselenggarakan AIDA secara daring pada Rabu (17/03/2021).

Lebih lanjut, Mu’ti mengatakan bahwa perspektif agama yang sempit rawan mendorong seseorang terlibat dalam ekstremisme. “Pemahaman agama yang sempit membuat seseorang miskin perspektif. Ketika miskin persepktif, maka segala sesuatu hanya dilihat dari dua opsi: benar dan salah saja,” katanya.

Baca juga Inspirasi Kisah Hidup Korban Terorisme

Mu’ti mengimbau kepada mahasiswa agar selalu mengkaji ulang segala sesuatu yang diterima. Sebab dalam beragama kita diberikan ruang untuk memilih berbagai pilihan yang ada berlandaskan pada ilmu. “Ketika ada suatu pernyataan harus diteliti, dipahami maksudnya bagaimana, baru kemudian diberikan sikap dan pandangan kita. Kalau ilmu agama kita luas, maka beragama kita jadi luwes,” ungkapnya.

Menurut Mu’ti, keluwesan dalam beragama mampu membuat seseorang menjadi bijak dalam menyikapi perbedaan sebab Islam mengajarkan menolak sesuatu dengan prinsip yang baik. “Dalam bergaul di masyarakat kita harus berani menunjukkan identitas diri kita. Berani menunjukkan apa yang menjadi keyakinan dan akidah kita tapi tetap menghormati orang lain yang berbeda keyakinan dan prinsip dalam hidup kita. Karena itu dalam beragama kita tidak boleh tatharruf, apalagi dengan pandangan agama yang sempit” tegas Mu’ti.

Baca juga Pelajaran Karakter dari Penyintas Bom

Berlebih-lebihan dalam beragama menurut Mu’ti mengakibatkan seseorang terlibat dalam ekstremisme. Oleh karena itu diperlukan kontranarasi berdasarkan keilmuan agar seseorang bisa terhindar dari ekstremisme, serta mengambil keputusan berdasarkan ilmu.  Al Qur’an mengingatkan kita agar tidak mengikuti sesuatu yang kita tidak tahu ilmunya.

Meski demikian, Mu’ti berharap agar kontranarasi tetap disampaikan dengan cara yang baik. Ia juga menegaskan pentingnya bersikap Tawasuth.  “Kita tidak boleh meng-counter ekstremisme dengan cara yang ekstrem. Kita harus membangunnya dengan budaya keilmuan. Ekstremisme dapat diatasi dengan sikap tawassuth dalam beragama sehingga bisa menghadirkan islam yang rahmatan lil alamin dan Islam yang mendatangkan kedamaian dalam kehidupan kita pribadi, bermasyarakat, bermasyarakat, dan bernegara,” katanya memungkasi paparannya. [LADW]

Baca juga Mencegah Pemuda Terjerumus Ekstremisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *