29/03/2021

Rahasia Ikhlas Memaafkan

Aliansi Indonesia Damai- Setiap orang pasti pernah merasakan terzalimi. Manusiawi memang jika hal itu dapat menimbulkan amarah, benci, hingga trauma, bahkan menimbulkan dorongan untuk membalas dendam. Kendati demikian meluapkan amarah kebencian, meringkuk dalam dekapan trauma, serta membalas dendam tak menyembuhkan luka batin. Keikhlasan dan pemaafan justru menjadi terapi ampuh.

Demikian pembelajaran yang disampaikan Budijono, korban serangan di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta, tahun 2018, dan Andi Dina Noviana Rivani atau Andin, korban Bom Thamrin 2016. Keduanya menyampaikan pengalaman hidup sebagai penyintas terorisme di hadapan 38 peserta Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa, yang diselenggarakan AIDA secara daring, medio Maret 2021.

Baca juga Keluwesan dalam Beragama

Budijono mengaku sempat kesal dan sakit hati atas perbuatan pelaku teror. Misa yang seharusnya berlangsung khidmat berubah mencekam. Ia disabet pedang oleh pelaku sehingga harus menjalani beberapa kali operasi dan perawatan selama dua bulan. Cedera fisik cepat sembuh, namun luka batin tak mudah pulih. Marah dan trauma berkecamuk dalam dirinya.

Sama halnya yang dirasakan oleh Andin. Beberapa saat sebelum kejadian ia berangkat kerja dari rumah dengan penuh semangat. Namun saat menikmati sarapan di sebuah kedai kopi di jalan MH. Thamrin Jakarta Pusat, bom meledak. Ia mengalami cedera cukup parah di punggung dan kakinya. Selama beberapa bulan ia tidak mampu berjalan karena kakinya masih dalam masa penyembuhan. Marah, putus asa, trauma, paranoid, depresi, hingga merasa hidupnya tak berguna, membuatnya sangat terpuruk saat itu.

Baca juga Inspirasi Kisah Hidup Korban Terorisme

Namun kini Budijono dan Andin telah melewati fase terpuruknya. Keduanya memilih memaafkan apa yang terjadi demi melanjutkan hidup dengan ketenangan batin. Salah satu peserta menanyakan tentang  proses Budiono dan Andin melalui krisis psikis yang mendera mereka.

Budijono menuturkan, 6 bulan setelah musibah yang menimpanya, ia menyadari bahwa untuk menjalani kehidupan secara normal, ia harus segera bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Ia kembali pada ajaran agamanya, yaitu cinta kasih terhadap sesama. “Apa nggak sebaiknya saya terapkan ajaran kasih saja ya? daripada hidup hanya untuk memusuhi, yang pada akhirnya hanya akan menjadi beban pikiran saya sendiri,” ujarnya mengenang.

Baca juga Pelajaran Karakter dari Penyintas Bom

Perlahan ia mulai berdamai dengan dirinya sendiri dan berhenti menyimpan amarah terhadap pelaku. Pada saat bersamaan, ia juga terus melawan trauma yang sangat mengganggunya. Dalam hematnya, menyimpan trauma hanya akan memperburuk kondisi dirinya. “Saya berusaha melawan trauma dengan mendatangi lokasi di mana saya pernah dibacok. Itu saya lakukan berulang-ulang sampai saya benar-benar tidak merasakan takut lagi,” katanya.

Sedikit berbeda dengan Budiono, Andin menempuh cara lain. Untuk sampai kepada tahap ikhlas, ia selalu mengajari dirinya untuk bersyukur kepada Allah Swt. Teror itu memang menorehkan luka fisik dan psikis, namun Allah masih memberinya keselamatan untuk hidup dengan baik hingga saat ini.

Baca juga Mencegah Pemuda Terjerumus Ekstremisme

“Hidup adalah pilihan. Pilihan kita mau hidup dengan rasa dendam dan sakit terus menerus, atau kita memilih memaafkan dan hidup normal lagi? Dan saat itu saya memilih untuk memaafkan apa pun yang telah terjadi, apapun itu,” ujarnya.

Andin mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Ia merasa dirinya semakin kuat dengan mensyukuri setiap detik dalam hidupnya. Ia juga mengaku meneladani sifat pemaaf Rasulullah Saw. Ikhlas memaafkan membuat hidupnya menjadi lebih tenang.

Baca juga Menghidupkan Nalar Kritis

Beberapa peserta menyampaikan dukungan dan semangat kepada keduanya. “Semangat untuk orang-orang hebat dan kuat, Pak Budiono dan Mbak Andin. Kalian luar biasa. Saya terharu mendengarnya. Semoga tidak akan ada lagi aksi-aksi teror di Indonesia. Semangat terus Pak Budiono dan Mbak Andin,” ujarnya.

“Beliau berdua sangat luar biasa. Prinsip hidupnya adalah ikhlas dan memaafkan. Itu sangat penting untuk kita ke depannya,” ujar peserta lain. [FL]

Baca juga Memahami Terorisme dari Konteks

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *