Pelajaran Karakter dari Penyintas Bom
“Acara ini sangat bermanfaat, benar-benar membuka pandangan saya kenapa pelaku dapat masuk jaringan kekerasan. Dan dari sisi korban kita menjadi tahu dampak yang sangat negatif dari aksi terorisme.”
Aliansi Indonesia Damai- Pernyataan di atas diungkapkan salah seorang peserta Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa, Kamis, 18 Maret 2021 lalu. Pada hari terakhir dari acara yang digelar secara daring selama tiga hari itu, AIDA menghadirkan sejumlah narasumber, salah satunya korban Bom Kampung Melayu 2017, Nugroho Agung Laksono.
Baca juga Mencegah Pemuda Terjerumus Ekstremisme
Di hadapan 38 mahasiswa dari berbagai kampus di Purwokerto dan sekitarnya itu, Agung mengisahkan pengalaman hidup sebagai penyintas terorisme. Agung menuturkan, sesaat sebelum ledakan, ia bersama kawan-kawannya sesama sopir angkot sedang beristirahat di Terminal Kampung Melayu. Tanpa ada hal mencurigakan, tiba-tiba ledakan bom terjadi.
Agung bergegas membantu evakuasi para korban. Namun saat bersamaan, ledakan bom kedua terjadi. Ia terkena ledakan yang menyebabkan urat tendon kaki kanannya terputus. Agung menjalani operasi dan rawat inap beberapa hari di rumah sakit. Setelah keluar, ia masih harus melakoni rawat jalan. Selama masa pemulihan, ia diharuskan berjalan menggunakan tongkat.
Baca juga Menghidupkan Nalar Kritis
Lamanya masa pemulihan menyebabkannya tak bisa bekerja. Namun didorong rasa tanggung jawabnya sebagai anak laki-laki, belum genap 6 bulan menjalani pemulihan sesuai anjuran dokter, Agung memaksakan diri melepas tongkat dan kembali bekerja. Ia tidak hanya melawan sakit secara fisik, namun juga trauma. “Alhamdulillah kalau sekarang sih trauma itu hampir tidak ada. Namanya juga musibah, kan kita tidak tahu. Berarti harus diterima apa adanya,” ujar Agung.
Agung berpesan kepada para aktivis muda untuk menjadi generasi yang selalu bersemangat, tangguh, tak mudah menyerah, dan berbakti kepada kedua orang tua. Ia juga mengajak peserta untuk tidak menyimpan dendam, karena hal itu hanya akan menyakiti diri sendiri.
Baca juga Memahami Terorisme dari Konteks
Mendengar kisah kehidupan Agung, seorang peserta mengaku kagum atas ketangguhan Agung menerima sekaligus menjalani musibah dengan cara bangkit dari kesakitan. Menurut dia, karakter Agung yang berbakti kepada kedua orang tua layak menjadi pembelajaran bagi generasi muda kini.
“Perjuangan Mas Agung sungguh sangat luar biasa, patut dicontoh dan diteladani buat generasi muda yang saat ini respons terhadap orang tua atau kepatuhan agak sedikit berkurang seperti itu. Semoga Mas Agung selalu diberikan kesehatan, dipermudah segala urusannya, dan selalu semangat,” ujarnya.
Baca juga Imam Prasodjo: Adaptasi Kunci Kemajuan
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pengurus AIDA, Hasibullah Satrawi mengatakan, apa yang telah disampaikan Agung adalah pembelajaran luar biasa yang tidak didapatkan dari bangku sekolah formal. Kisah Agung menyadarkan kita bahwa keterdidikan tidak harus melalui jalur pendidikan formal yang selama ini dilakukan oleh kebanyakan orang.
“Orang kalau ingin belajar, daun kelor pun bisa menjadi gurunya. Tetapi kalau orang tidak mau belajar, jangankan daun kelor, profesor sekali pun tidak akan bisa membuatnya mengerti,” kata lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, itu.
Baca juga Terorisme Menyengsarakan Korban dan Pelakunya
Sementara Direktur Eksekutif AIDA, Riri Khariroh, dalam sambutan penutupan berharap, materi dan kisah-kisah yang disampaikan para narasumber dapat memupuk cinta kasih dan juga komitmen untuk terus membuat Indonesia damai. Karena menjaga perdamaian bukan hanya tugas pemerintah atau AIDA saja, melainkan tugas bersama.
“Penting saling bahu membahu untuk menjaga kedamaian Indonesia agar tidak dikoyak oleh oknum yang prokekerasan yang hanya akan menyengsarakan umat dan mencoreng nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh agama,” ujar Riri. [FL]