Adaptif dengan Zaman
Aliansi Indonesia Damai – “Menjadi orang yang paling bertahan bukan orang yang paling pintar, tapi orang yang paling mudah beradaptasi terhadap perubahan, orang yang paling responsif, orang yang paling bisa melihat pertanda-pertanda zaman.”
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Imam B Prasodjo, Sosiolog Universitas Indonesia, saat menjadi pembicara kunci dalam kegiatan “Seminar Sehari Halaqah Perdamaian: Belajar dari Korban dan Mantan Pelaku” yang diselenggarakan oleh AIDA di Universitas Lampung (Unila), Bandar Lampung, September 2023 lalu.
Menurut Imam, dalam situasi perubahan sosial yang sangat pesat, penting untuk kita ‘berhenti’ sejenak dan melakukan refleksi. Momentum ini kita gunakan untuk introspeksi diri agar mampu membaca secara cermat segala bentuk perubahan yang berjalan dan menentukan langkah yang tepat untuk menghadapinya.
Lebih lanjut Imam menjelaskan, perubahan adalah sifat alamiah masyarakat yang terus berkembang. Dulu masyarakat menganut pola hidup nomaden, kemudian berubah menjadi masyarakat pertanian, lantas menjadi masyarakat industri, dan era sekarang menjadi masyarakat informasi di mana semua lapisan masyarakat berjejaring melalui gawai.
Dalam konteks demikian, civitas akademika sebagai kelompok masyarakat terdidik berperan menjembatani kesenjangan dan keragaman paham maupun cara berpikir masyarakat. Peran tersebut merupakan bagian dari cara beradaptasi dengan perubahan zaman. Imam menegaskan, kita tidak boleh hanyut dalam banjir arus informasi, melainkan harus bisa menjadi penyaring.
“Jangan kamu mudah terprovokasi apalagi di era informasi, berita-berita hoaks bertebaran di mana-mana. Ini sebentar lagi akan ada Pilpres, itu tsunami informasi terjadi. Jangan kamu mudah percaya dari satu berita ke berita yang lain,” ujarnya berpetuah.
Lebih lanjut Imam menyerukan agar civitas akademika mengadopsi pola pikir yang terbuka, responsif, dan adaptif sehingga bisa hidup berdampingan secara harmonis dan damai dalam situasi sosial apa pun. [CNS]