2 weeks ago

Balas Dendam Tidak Mengembalikan Apapun

Aliansi Indonesia Damai- Marah dan dendam terhadap pelaku atau mantan pelaku terorisme pernah dialami para korban terorisme. Salah satunya dialami Nanda Olivia Daniel, seorang korban bom terorisme di depan Kedutaan Besar Australia Jakarta, 09 September 2004 silam.

Ledakan bom berdaya ledak tinggi yang didalangi gembong terorisme Indonesia yaitu Dr Azhari dan Noordin M Top tersebut menelan dua belas korban jiwa dan puluhan orang lainnya luka-luka, termasuk Nanda Olivia.

Baca juga Ajakan untuk Lebih Peduli Menjaga Kedamaian

Akibat ledakan bom, Nanda mengalami luka berat di punggung telapak tangan kanan, gendang telinganya sobek dan bahu kanannya pun sobek. Kini, ibu jari dan jari manis tangan kanannya mengalami cacat permanen.

“Dahulu saya sempat berpikir bahwa pelaku atau mantan pelaku terorisme tidak layak dimaafkan,” ujar Nanda dalam kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di SMAN 4 Samarinda, Senin (26/08/2024) lalu.

Baca juga Kasih Ibu Mengalahkan Doktrin Kekerasan

Nanda menceritakan bertahun-tahun dirinya pernah menyimpan amarah dan dendam pada pelaku terorisme. Hingga pada akhirnya ia merasa capek sendiri terus mendendam pada pelaku terorisme. Ia pun secara perlahan berusaha menerima apa yang sudah dialaminya dan memaafkan mantan pelaku terorisme.

“Semarah apapun saya waktu itu dan andai saya dikasih kesempatan untuk membalas dendam, saya menyadari hal itu tidak akan pernah mengembalikan anak SMA yang menjadi korban akan hidup kembali. Saya juga menyadari bahwa balas dendam tidak akan mengembalikan bentuk dan fungsi tangan saya normal lagi. Balas dendam tidak akan mengubah atau mengembalikan apapun dan tak ada gunanya,” tegas Nanda.

Baca juga Saling Menghargai untuk Menjaga Perdamaian

Nanda mengungkapkan apa yang dialaminya tak seberat rekan-rekan korban lainnya seperti kehilangan mata dan kaki, bahkan kehilangan keluarganya. Menurutnya, rekan-rekannya tersebut meski mengalami luka lebih serius tapi masih bisa berbagi cerita, tidak merasa lukanya berat dan bisa tertawa.

“Mereka bisa menerima keadaanya dan membuat saya malu pada diri saya sendiri, luka saya kecil tapi cengeng. Sakit mereka lebih parah dari saya,” tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, kini Nanda tak hanya telah memaafkan mantan pelaku terorisme namun bisa lebih dekat dengan mereka. “Sekarang saya bersedia memaafkan, bersahabat, dan menjalin silaturahmi dengan mantan pelaku,” ucap dia.[AS]

Baca juga Pelajar Perlu Mengenali Ciri Ekstremisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *