Home Berita Korban dan Mantan Pelaku Ajak Guru Ajarkan Perdamaian
Berita - 31/10/2017

Korban dan Mantan Pelaku Ajak Guru Ajarkan Perdamaian

Dok. AIDA – Suasana ceria para peserta saat ice breaking dalam kegiatan Pelatihan Guru Belajar Bersama Menjadi Guru Damai di Kendal, Jawa Tengah (21/10/2017).

 

Aliansi Indonesia Damai (AIDA) pada 21-22 Oktober 2017 menyelenggarakan Pelatihan Guru dengan tema “Belajar Bersama Menjadi Guru Damai” di Semarang, Jawa Tengah. Belasan guru dari empat sekolah di Kota Semarang dan Kabupaten Kendal mengikuti kegiatan secara aktif. Tim Perdamaian AIDA yang terdiri atas korban dan mantan pelaku terorisme hadir untuk berbagi pengalaman dengan para peserta.

Anggota Tim Perdamaian dalam kegiatan tersebut adalah Nanda Olivia Daniel, penyintas aksi teror Bom Kuningan 2004, dan Kurnia Widodo, mantan anggota kelompok teroris jaringan Cibiru, Bandung. Secara bergiliran Nanda dan Kurnia berbagi pengalaman tentang masa lalu dan perjuangan mereka untuk bangkit dari keterpurukan.

Kurnia menceritakan liku-liku hidupnya saat bergabung dengan kelompok kekerasan. “Saya terpapar dengan ideologi ekstrem sejak saya sekolah SMA di Lampung. Awalnya saya diajak teman saya untuk ikut pengajian,” ujarnya. Dalam kelompok tersebut dia didoktrin untuk berjuang mencapai tujuan dengan cara-cara kekerasan, termasuk melakukan aksi teror. Kiprahnya dalam kelompok teroris berlanjut saat dia pindah ke Bandung. Dia termasuk salah satu anggota teroris yang terampil membuat bahan peledak.

Sekian waktu berlalu akhirnya pergerakannya diendus pihak berwajib. Dia ditangkap dan diadili, kemudian divonis hukuman penjara selama enam tahun.

Di dalam penjara ia mulai mengevaluasi aktivitasnya di dunia kekerasan. Dia mengaku pernah dikafirkan oleh narapidana teroris lain karena berbeda pendapat. Seiring waktu dia mulai menyadari kekeliruan ideologi kekerasan yang diajarkan kelompoknya dahulu. Kesadarannya semakin menguat setelah dipertemukan dengan korban aksi teror dan keluar dari penjara.

Dia mengaku sering merasa bersalah dan empatinya selalu muncul terhadap korban yang menderita akibat aksi teror. Dengan fasilitasi dari AIDA, pada 2016 dia berkesempatan meminta maaf kepada para korban dan berekonsiliasi dengan mereka. Dalam kegiatan Pelatihan Guru di Semarang siang itu dia mengulang permintaan maafnya kepada Nanda sebagai salah satu korban terorisme.

Gayung bersambut, dengan penuh kebesaran hati Nanda telah memaafkan Kurnia. Dia mengaku pada awalnya sempat merasa sangat berat untuk memaafkan orang-orang yang dahulu terlibat terorisme karena telah menimbulkan kesakitan dan kepedihan mendalam. Akan tetapi, semakin lama dia sadar bahwa mereka telah meninggalkan kelompok teroris dan sekarang aktif mengampanyekan perdamaian sehingga dia bersedia memberikan dukungan.

Sementara itu, para peserta mengaku mendapatkan wawasan baru mengenai pentingnya menjaga perdamaian sekaligus mewaspadai ancaman ekstremisme dan terorisme, secara khusus di lingkungan sekolah. Beberapa peserta mengapresiasi kegiatan tersebut karena dapat menyatukan korban dan mantan pelaku untuk menyuarakan perdamaian.

Peserta dari SMAN 3 Semarang mengharapkan dari kegiatan ini pihak sekolah dapat menentukan langkah tepat untuk meminimalisir pengaruh-pengaruh negatif di kalangan pelajar. “Kami telah membuat panduan-panduan mengajar yang diterbitkan oleh Dinas (Pendidikan-red) Provinsi yang tujuannya untuk mencegah radikalisme, dan akan kami gabungkan dengan metode dan data dari AIDA,” ujarnya.

Selain delegasi dari SMAN 3 Semarang, para peserta lainnya yang berasal dari SMAN 1 Kendal, SMAN 1 Weleri, dan SMA Uswatun Hasanah Semarang juga aktif berpartisipasi dalam kegiatan. [F]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *