Virus Ekstremisme Tak Kenal Sasaran
Aliansi Indonesia Damai- Kelompok ekstremis tidak menargetkan individu secara khusus. Apakah orang tersebut pintar atau tidak; mumpuni dalam ilmu agama atau tidak; semua menjadi target perekrutan. Justru salah satu strategi mereka adalah merekrut pengikut dari latar belakang yang beragam.
“Saya misalnya. Mungkin saya mempunyai prestasi akademik. Namun latar belakang agama kurang. Di situlah titik lemah saya. Sehingga ketika mendapatkan hasutan kekerasan yang mengatasnamakan agama, saya menjadi fanatik. Saya tidak memiliki wawasan dan tidak bisa membandingkan dengan pemikiran dari arah lain,” ujar Kurnia Widodo mantan narapidana terorisme dalam dalam kegiatan “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Mantan Teroris dan Korbannya.” Kegiatan ini diselenggarakan AIDA secara daring bekerja sama dengan Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya, akhir Juli lalu.
Baca juga Rentan Menjadi Ekstremis
Pernyataan Kurnia merespons pertanyaan salah seorang peserta tentang tipe pemuda yang rawan direkrut kelompok ekstremis. Apakah hanya pemuda yang tergolong cerdas dan taat beragama atau malah sebaliknya.
Menurut Kurnia, seorang remaja sangat penting memiliki pengetahuan agama dan tetap berprestasi dalam akademik. Caranya tentu saja dengan banyak membaca dan gemar menyimak kajian yang dapat memperluas wawasan. “Termasuk di antaranya adalah dengan mengikuti kegiatan diskusi dan bedah buku seperti ini,” katanya.
Baca juga Kekerasan Hanya Menumbuhkan Masalah Baru
Solahudin, ahli jaringan terorisme yang juga menjadi narasumber kegiatan ini, menambahkan, para mahasiswa dapat berperan melakukan sesuatu demi mencegah orang-orang terdekatnya dari paparan ideologi terorisme. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki adalah mengidentifikasi pemahaman keagamaan individu maupun kelompok tertentu.
Dalam hemat Solah, ketika individu atau kelompok telah menuduh Indonesia sebagai negeri thaghut dan aparatnya disebut sebagai ansharut thaghut, maka itu sudah sangat berbahaya. Orang-orang yang sudah berpemahaman demikian sangat mudah memvonis siapa pun yang tidak sepemahaman dengannya sebagai kafir.
Baca juga Kisah Korban Bangkitkan Nilai Kemanusiaan
Mengkonter pemikiran-pemikiran yang proideologi terorisme harus dilakukan dengan cermat. Upaya kontra ideologi yang efektif dapat dilakukan oleh orang-orang yang otoritatif terhadap narasi ideologi terorisme. “Mantan pelaku yang telah bertobat dan korban terorisme adalah sosok yang tepat,” kata Solah.
Mantan pelaku telah mengetahui kesalahan-kesalahan dari pemahaman ideologi terorisme tersebut. Sedangkan korban adalah pihak yang tidak berdosa yang harus menanggung penderitaan dampak dari aksi mereka. [FL]