Jangan Lelah Menjaga Perdamaian Indonesia
“Perdamaian merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Akan tetapi ada saja pihak-pihak yang ingin menyeret generasi muda kita, calon pemimpin masa depan Indonesia, ke dalam jurang kekerasan. Karena itu, jangan sampai lelah dan lengah untuk menjaga perdamaian Indonesia”
Aliansi Indonesia Damai- Pesan itu disampaikan aktivis perdamaian Jember sekaligus Pembina AIDA, Farha Ciciek, saat memberikan kalimat pengantar dalam kegiatan “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” yang digelar AIDA, Kamis 16/7/2020. Kegiatan diikuti oleh puluhan mahasiswa Universitas Jember Jawa Timur.
Buku yang ditulis Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi, itu merupakan refleksi dari proses panjang mendampingi korban bom dan mantan pelaku terorisme di Indonesia. Kedua belah pihak berekonsiliasi dan mengampanyekan perdamaian bersama.
Baca juga Ledakan Bom Nyaris Mengubur Mimpi Korban
Menurut Ciciek, kegiatan yang digelar secara virtual itu begitu istimewa karena menghadirkan dua pihak yang mempunyai pengalaman hidup penuh pembelajaran. Hal ini menjadi relevan bagi kalangan muda Indonesia, yang mana tidak semua orang mempunyai kesempatan berharga bertemu dan mendengar secara langsung kisah-kisah mantan pelaku terorisme serta korbannya.
“Yang istimewa dalam pertemuan ini, kita bertemu dengan orang-orang yang berjuang dengan kehidupannya, yaitu para penyintas dan mantan pelaku terorisme. Kehidupan mereka adalah lautan ilmu. Bagaimana mewujudkan perdamaian secara signifikan di negeri ini. Jember sangat beruntung mendapat kesempatan ini,” ujarnya.
Baca juga Ekstremis Tebar Ideologi Lewat Medsos
Pendiri Komunitas Tanoker Ledokombo Jember itu mengajak mahasiswa untuk berhati-hati dalam pergaulan di kampus. Pasalnya, kelompok yang menghalalkan aksi-aksi kekerasan menyasar generasi muda untuk direkrut menjadi pelaku kekerasan.
“Karena mahasiswa sangat diminati dan menjadi target strategis. Fenomenanya bisa kita lihat bersama. Jangankan di kota, sampai di desa saya Ledokombo, para pembawa hawa-hawa dan api kekerasan itu salah satu aktornya adalah pemuda,” ungkap Ciciek.
Baca juga Kekerasan Melangkahi Batas-batas Ilahi
Momentum diskusi ini menurut Ciciek akan menjadi pembelajaran dan pengalaman berharga, khususnya bagi mahasiswa Unej. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi suluh perdamaian, bukan penyulut kekerasan. “Bedah buku pada siang ini adalah dokumen hidup, bukan di awang-awang, tetapi menjadi pengalaman sebagai guru terbaik. Untuk itulah AIDA menganggap sangat penting belajar bersama dengan para mahasiswa,” tuturnya.
Ciciek mengajak mahasiswa menjadi agen perdamaian di kampusnya dan kelak setelah menjadi alumni dan menyebar ke berbagai daerahnya bibit-bibit pemimpin itu dapat menjadi patron dan pionir perdamaian. “Harapan saya, Unej tidak akan tercemar sebagai kampus pembawa huru-hara yang berbalut dengan kekerasan, tetapi sebuah kampus perdamaian. Mahasiswa Unej dan alumninya adalah suluh perdamain di Indonesia dan di dunia ini,” katanya memungkasi. [AH]
Baca juga Menyalakan Suluh Perdamaian Melalui Kisah Mantan Teroris dan Korbannya