Home Opini Meluruskan Makna Jihad
Opini - 20/04/2016

Meluruskan Makna Jihad

Dalam beberapa bulan belakangan, sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia, diguncang serangan teror bersenjata dan ledakan bom yang menyebabkan ratusan manusia tak bersalah kehilangan nyawa. Pada November 2015, tiga negara diterjang aksi brutal. Dimulai dari aksi bom bunuh diri di Beirut, Lebanon, yang merenggut 43 nyawa, menyusul setelahnya serangkaian teror di kota mode Paris, Perancis, dan berikutnyaserangan bom di Yola, Nigeria. Pada awal tahun 2016, giliran ibu kota Jakarta yang diserang teroris dalam aksi Teror Thamrin. Aksi brutal teroris paling mutakhir adalah Teror Brussels, Belgia, pada Maret lalu.

Aksi-aksi keji tersebut dikutuk nyaris serempak oleh warga dunia sekaligus memantik empati dan kepedulian global. Tragedi tak berperikemanusiaan itu dirasa janggal sebab terjadi di negara-negara damai, bukan negara yang sedang dilanda konflik bersaudara dan peperangan seperti Afghanistan, Irak, Suriah, dan Palestina. Bukan berarti warga dunia mengabaikan konflik dan peperangan yang menimpa negara-negara itu, tapi memperbandingkan aksi bom di wilayah damai (darus shulhi) dengan kawasan perang (darul harbi)tentu tak adil dan tak sebanding.

Sebagai muslim, yang memerihkan hati penulis adalah klaim para pelaku serangan bahwa aksi-aksinya merupakan jihad atas nama penegakan martabat Islam. Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan di Beirut, Paris, Jakarta, dan Brussels. Tindakan itu sebagai balas dendam lantaran milisi Hizbullah Lebanon dan militer Perancis menyerang pasukan ISIS di Suriah. Di Jakarta, belum terungkap motif penyerangan. Sementara di Nigeria, kelompok Boko Haram berulang kali melancarkan teror atas nama penegakan syariat Islam di semenanjung Afrika itu.

Aksi kekerasan seperti itu jelas ilegal dan bukan jihad. Apabila merujuk pada fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme, aksi-aksi seperti di atas masuk dalam kategori terorisme (irhabiyah), bukan jihad dalam makna perang (qital).

Lebih dari itu, aksi teror di Perancis dan Belgia juga sangat merugikan umat Islam di sana. Di Perancis dan Belgia, Islam merupakan agama terbesar kedua setelah Kristen. Saat populasi muslim terus bertumbuh, dakwah Islam berjalan pesat dan damai, aksi teror Paris dan Belgia justru sangat rentan memicu aksi diskriminasi dan intoleransi terhadap umat Islam lokal. Inilah yang tak (mau) dipahami oleh ISIS.

Jihad yang berakar dari kata Bahasa Arab jaahada, yujaahidu, jihaadan, artinya bersungguh-sungguh, mengerahkan segenap daya dan upaya untuk mencapai yang terbaik. Sedangkan terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban. Jihad, sekalipun dengan cara peperangan, bertujuan menegakkan agama Allah, membela hak-hak kelompok yang terzalimi, dan dilakukan secara ketat dengan mengikuti aturan syariat Islam.

Jihad dalam arti perang hanya dapat dilakukan jika tak ada lagi upaya diplomasi damai dalam menyelesaikan persoalan antarnegara. Itu pun sangat ketat aturannya, antara lain hanya bisa dilaksanakan di zona peperangan, tidak boleh diarahkan pada orang Islam atau nonmuslim yang bukan tentara (sipil), anak-anak, perempuan, pepohonan, dan tempat ibadah.

Meski menghalalkan perang, jihad yang sebenarnya sangat memegang teguh prinsip hak manusia atas ekonomi, sosial, dan lingkungan. Prinsip demikian selaras dengan salah satu poin dalam khutbah wada’ (pidato perpisahan) Nabi Muhammad SAW: “Inna dimaakum wa amwalakum wa a’radhakum haramun ‘alaikum fi yaumikum hadza wa baladikum hadza wa syahrikum hadza.” Terjemah bebasnya “Saat ini tak boleh ada lagi darah yang tumpah, harta yang dirampas, serta martabat yang ternoda di negeri kalian.”

Selain itu instruksi jihad (perang) hanya sah dideklarasikan oleh amirul mu’minin, yaitu panglima perang yang beriman dan legal secara konstitusional. Dalam konteks negara modern adalah kepala negara atau pemerintahan, yaitu Presiden, Perdana Menteri, atau Raja/Ratu. Tak sembarang orang dapat menginstruksikan perang.

Salah satu kesalahan besar lain dalam aksi-aksi teror atas nama jihad yang kerap terjadi belakangan ini adalah bom bunuh diri.  Tindakan ini masuk kategori dosa besar. Bunuh diri menunjukkan keputusasaan dan ketiadaan harapan. Padahal setiap muslim harus tetap memendam raja’ (optimisme) bahwa Allah MahaKasih terhadap hambaNya.

Para teroris mengklaim aksinya sebagai perlawanan terhadap imperialisme negara-negara Barat terhadap negeri-negeri muslim. Dalam hemat penulis, imperialisme dan ancaman yang paling konkret dirasakan oleh mayoritas muslim di dunia adalah kemiskinan, kebodohan, dan interaksikebudayaan. Maka sangat naif jika ancaman seperti itu dihadapi dengan perlawanan fisik.

Menengok masa keemasan peradaban Islam di masa lampau (misalnya era Dinasti Abbasiyah), selain ada struktur dan sistem politik pemerintah yang mendukung, kuncinya adalah pada ilmu pengetahuan. Maka dalam konteks sekarang, ijtihad, yang akar katanya sama dengan jihad, yang bermakna mengeluarkan segala upaya untuk mencari ketetapan hukum atau inovasi ilmiah, merupakan bentuk jihad yang paling tepat.

Salah besar jika pria-pria muslim dari pelbagai penjuru dunia berbondong-bondong berangkat ke Suriah untuk bergabung ISIS. Klaim mereka yang hendak membela saudara seagama yangsedang berperang di sanatak dapat diterima. Perang Suriah adalah konflikkomunal yang melibatkan antarumat muslim beda mazhab.Sementara di sisi lain,  mereka meninggalkan begitu saja keluarganya, istrinya, dan anaknya yang lebih membutuhkan “jihad” mereka dalam rangka membangun masa depan generasi keturunannya yang lebih cerah.

Tepat apa yang diungkapkan pemikir Islam dari Mesir, Jamal Al Banna, dalam bukunya al-Jihad. “Sesungguhnya jihad pada hari ini bukan untuk mati di jalan Allah melainkan untuk di hidup di jalan-Nya (anna al-jihad al-yawmi laysa huwa an namuta fi sabilillahi wa lakin an nahya fi sibilillahi).” Jihad disyariatkan untuk merawat kehidupan bukan untuk menyongsong kematian apalagi merusak peradaban. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *