Membangun Perdamaian dengan Kisah Korban
Ancaman kekerasan atas nama agama, termasuk terorisme, masih menghantui Indonesia. Para penebar kekerasan yang menghasut dan memprovokasi orang lain dengan justifikasi dalil-dalil keagamaan terus bermunculan.
Padahal pada saat bersamaan korban-korban kekerasan terorisme masa lalu masih menderita baik secara fisik maupun psikis. Karena itu, menjadi tugas semua pihak untuk mencegah agar tidak ada lagi korban jatuh dan menderita akibat aksi terorisme.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pembina Aliansi Indonesia Damai (AIDA), Imam Prasodjo, saat membuka kegiatan Pelatihan Penguatan Perspektif Korban Terorisme Bagi Petugas Pemasyarakatan area DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, di Bandung, Selasa (02/08).
Menurut Imam, para korban terorisme tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga psikis. Sebagian korban bahkan masih harus mendapatkan pengobatan tanpa batas waktu, namun negara melupakan mereka. “Pada saat bersamaan, para penebar kekerasan terus bermunculan. Di benak mereka tentu tak terbayang penderitaan para korban. Hati mereka tertutup seolah-olah yang mereka lakukan adalah kebenaran mutlak,” ujarnya.
Imam menyatakan, konflik kekerasan berbasis ideologi keagamaan seperti yang terjadi di negeri-negeri Timur Tengah (Suriah, Irak, Libya) bisa saja timbul di Indonesia, jika negara dan masyarakat tidak waspada. Dari artikel-artikel di media internasional yang dibacanya, sebagian penulis bahkan memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi target berikutnya.
“Jika saat ini kita tidak berhati-hati, kita akan menjadi bagian berikutnya. Dan ini menyangkut bukan sekadar jaringan perorangan, tetapi jaringan internasional,” katanya.
Melalui pelatihan ini, Imam berharap para petugas lapas dapat berempati kepada korban terorisme, sehingga nantinya dapat menumbuhkan rasa empati WBP terorisme terhadap korban. Dalam hematnya, perdebatan ideologis sering buntu, karena itu butuh pendekatan lain yang bersifat afektif seperti kisah korban. “Siapa tau ini adalah salah satu bagian strategis yang pendekatannya lebih efektif daripada yang selama ini dilakukan,†demikian Imam yang juga anggota Badan Pertimbangan Pemasyarakatan (BPP). [SWD]