Home Berita Ketika Mantan Teroris Bertemu dengan Korban
Berita - 25/10/2016

Ketika Mantan Teroris Bertemu dengan Korban

Melawan ketidakadilan bukan dengan ketidakadilan juga. Pun melawan kekerasan juga bukan dengan kekerasan juga bukan dengan aksi kekerasan serupa. Hal itu menjadi pelajaran penting tatkala mentan terries dengan korban bom bertemu pada sebuah acara, Minggu (23/10).

Mantan teroris Ali Fauzi Manzi (45), duduk satu bangku dengan korban bom JW Marriot, Vivi Normasari (46). Keduanya memberikan kesaksian tentang-tanduk aksi terror serta pergulatan batin bangkit dari keterpurukan setelah mengalami luka fisik dan psikis akibat ledakan bom.

Penuh emosi, kedua orang yang harusnya bermusuhan ini menceritakan pengalaman-pengalamannya dengan sikap penuh kedamaian bak seorang sahabat akrab.

Ali Fauzi merupakan ahli perakit bom dari Jemaah Islamiah (JI) yang juga adik kandung dari Ali Imron dan Amrozi. Aksi terror bom di Indonesia mulai dari 1999 hingga 2004, ada peran Ali Fauzi di sana. Ali Fauzi adalah perakit bom nomor wahid se-Asia Tenggara yang selain merakit, juga mengajarkan teroris membuat bom berdaya ledak tinggi atau setara dengan kekuatan mikronuklir.

Kemampuan Ali didapat setelah menjalani pelatihan militer di Afghanistan dan akademi militer Moro Islamic Liberation Front (MLF).

Ali memaparkan sepak terjangnya ketika masih aktif menyebar terror, hingga akhirnya memutuskan keluar dan malah membantu Polri terkait seluk beluk organisasi teroris.

Vivi Normasari duduk santai mendengarkan orang yang secara tak langsung telah membuatnya cacat fisik dan trauma psikis hebat ini berbicara di forum. Vivi mengatakan awalnya sangat dendam kepada Ali saat kali pertama bertemu setahun lalu.

Rasa dendamnya sangat beralasan, kedua tangannya mengalami cacat permanen. Pun trauma psikis rasa malu tak berkesudahan selama bertahun-tahun dialaminya.

“Waktu pertama bertemu, semua sumpah serapah saya ke alamtkan kepada Pak Ali. Pikiran saya saat itu orang ini telah merenggut kebahagiaan saya hingga membuat saya cacat dan merasa rendah diri dari kecacatan saya itu,” kata Vivi pada sebuah acara yang digagas LSM Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Jakarta, di Hotel Santika Jemursari, Surabaya.

Perlahan, semuanya berubah. Vivi mulai bisa menerima Ali Fauzi dan keadaan dirinya. Vivi menuturkan ingin kembali merasakan kedamaian. Namun, ia tak akan bisa merasakan damai jika dirinya sendiri tak mampu berdamai dengan musuh dan keadaannya.

Vivi menyatakan kekerasan tidak akan bisa dilawan dengan kekerasan juga.

“Saya ikhlas memaafkan Pak Ali. Yang lebih penting lagi, saya ikhlas memaafkan diri saya sendiri. Pada detik ini, saya akhirnya bisa merasakan damai,” sambungnya.

Ali pun menyatakan penyesalannya yang mendalam kepada Vivi. Kesalahan perjalanan hidupnya telah membawa petaka tak hanya kepada Vivi, tapi juga ke korban lainnya. (irwan)[SWD]

 

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Pagi Surya edisi 24 Oktober 2016.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *