Home Berita Setahun Bom Thamrin, Korban Saling Menguatkan
Berita - 23/01/2017

Setahun Bom Thamrin, Korban Saling Menguatkan

Puluhan orang berkaos putih tampak berkumpul di sudut sebuah perempatan di Jalan Muhammad Husni Thamrin Jakarta Pusat pagi itu. Sebagian mereka membentangkan spanduk berisi ajakan perdamaian dan stop kekerasan, sementara yang lain terlihat sibuk membagikan selebaran kepada pengguna jalan yang berhenti di depan lampu lalu lintas.

Mereka adalah keluarga besar penyintas terorisme di Indonesia. Kumpul mereka pagi itu bertujuan untuk memperingati tragedi aksi teror yang terjadi di tempat yang sama setahun silam. Bukan untuk mengungkit kembali rasa takut yang timbul akibat aksi teror, para penyintas memperingati peristiwa itu untuk saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.

Kegiatan yang digelar Sabtu (14/1) pagi itu diprakarsai oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bersama Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) dan Sahabat Thamrin. Aksi simpatik mengawali rangkaian acara Peringatan Bom THamrin. Tepat pukul 10.05 WIB, sekira sepuluh peserta aksi berjalan kaki menuju ke tengah perempatan, tepatnya di pos polisi depan Mall Sarinah dengan pengawalan dan pengamanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Di pos polisi tersebut mereka melakukan tabur bunga dan mengheningkan cipta sejenak untuk mengenang orang-orang yang menjadi korban kekejian aksi teror. Setelah itu mereka kembali ke tempat semula dan menyampaikan pernyataan sikap bersama. Secara bergiliran AIDA, YPI dan Sahabat Thamrin membacakan sejumlah poin pernyataan sikap.

“Kami mengajak masyarakat luas untuk mengantisipasi terjadinya aksi terorisme. Tanpa kesigapan dan peran dari semua pihak, aksi terorisme bisa terjadi kapan pun dan menimpa siapa pun,” kata Hasibullah Satrawi, Direktur AIDA, mengawali pembacaan pernyataan sikap bersama.

Ajakan tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, serta tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan termasuk poin penting yang disuarakan para peserta aksi. Dalam pernyataan sikap bersama tersebut disebutkan pula dorongan kepada pemerintah dan parlemen untuk segera menyelesaikan revisi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang di dalamnya memuat hak korban. Diharapkan, jaminan pemenuhan hak-hak korban lebih diperhatikan, termasuk jaminan pembiayaan medis korban pada masa-masa kritis serta hak kompensasi.

Secara khusus tentang hak kompensasi, AIDA mengusulkan agar pemenuhannya tidak mensyaratkan adanya putusan pengadilan melainkan diberikan dengan mekanisme assessment yang dilakukan oleh lembaga negara yang ditunjuk. Ipda Denny Mahieu, korban Bom Thamrin, mengaku hingga kini masih harus mengeluarkan uang sendiri untuk biaya perawatan jalan lukanya di tangan, kaki dan bagian kepala. “Kata dokter, kepala saya ini sebelah kanan masih akan terasa berat dan sakit sampai dua tahun lagi. Ini luka di tangan dan kaki kadang kambuh, sakit sekali,” ujarnya saat ditanya wartawan.

Korban bom lainnya, Dwi Siti Romdhoni mengaku hingga sekarang kesehatannya tidak sebugar seperti sebelum mengalami kejadian teror. Pusing dan sakit di bagian tengkuk belakang kepala sering terasa sakit. Kalau dalam kondisi parah, dia bisa pingsan. Meski demikian, Dwiki, panggilan akrabnya, mengaku dengan adanya aksi ini ia menyeru pada seluruh masyarakat agar saling menjaga kedamaian.

Usai aksi simpatik, para peserta menuju ke Gedung Dewan Pers untuk mengikuti Diskusi Terbatas tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Korban dalam Revisi UU Terorisme. Sebelum acara diskusi dimulai, para peserta menikmati makan siang terlebih dahulu.

Acara diskusi siang itu berlangsung dengan penuh suasana kekeluargaan. Keluarga besar penyintas saling bersilaturahim dan menjalin keakraban. Penuturan kisah Mahanani Prihrahayu, korban Bom JW Marriott 2003, dan Nanda Olivia Daniel, korban Bom Kuningan 2004, menjadi bagian dari kegiatan. Satu persatu korban Bom Thamrin juga berbagi kisah dalam forum diskusi.

Selain para penyintas, hadir pula dalam diskusi seorang mantan anggota kelompok teroris, Nasir Abbas. Dalam kesempatan itu Nasir sempat menyampaikan permintaan maaf kepada para korban terorisme. Ia juga mengaku kini telah meninggalkan jalan kekerasan dan mendukung para korban untuk mengampanyekan perdamaian.

AIDA sebagai lembaga yang concern dengan kampanye perdamaian khususnya melalui kisah korban mendukung penuh kegiatan seperti aksi simpatik dan diskusi hari itu. Forum penyintas serupa bisa berfungsi sebagai ajang untuk memperkuat persaudaraan serta ajang saling menguatkan antarkorban. “Sangat penting kita saling memotivasi sehingga kita bisa maju dan berkembang bersama,” kata Hasibullah. (AM) [SWD]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *