Home Berita Tidak Membalas Kekerasan dengan Kekerasan
Berita - 29/05/2017

Tidak Membalas Kekerasan dengan Kekerasan

“Saya memaafkan pelaku karena ajaran agama yang saya anut mengajarkan begitu. Allah saja mengampuni umat-Nya yang berdosa asalkan dia mau bertobat. Menurut saya, kekerasan yang dibalas dengan kekerasan itu tidak ada gunanya, bahkan merugikan diri sendiri, atau bahkan menimbulkan masalah bagi kita dan orang di sekitar kita.”
Kalimat itu diucapkan Didik Hariyono, penyintas Bom JW Marriott 2003, dalam kegiatan Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di SMKN 6 Pandeglang, Banten, awal November lalu. Didik termasuk salah satu korban Bom JW Marriott 2003 yang mengalami luka bakar paling parah. Selain luka bakar di sekujur tubuh, setiap sendi tulang di sisi kiri badannya mengalami kerusakan akibat benturan keras.
Meski ditimpa musibah yang tragis, semangat hidupnya tak meredup. Didik ikhlas menjalani masa pengobatan dan pemulihan selama empat tahun. Ia bersyukur saat ini sudah dapat beraktivitas normal walau pada saat-saat tertentu luka akibat bom masih terasa sakit. Kendati terluka akibat serangan teror, ia memilih untuk tak mendendam kepada pelaku. “Sifat dendam dan benci secara kejiwaan hanya akan membuat kita tidak tenang. Rugi sendiri kita kalau dendam,” ujarnya.
Kegiatan Dialog Interaktif di SMKN 6 adalah bagian dari safari kampanye perdamaian AIDA di Pandeglang. Selama sepekan pada awal November Tim Perdamaian AIDA yang terdiri atas korban dan mantan pelaku terorisme bersafari ke lima sekolah di ujung barat Pulau Jawa untuk mengajak generasi muda bangsa menumbuhkan budaya cinta damai serta menjauhi aksi kekerasan. Selain di SMKN 6, Tim Perdamaian juga berkampanye di SMK Dwi Putra Bangsa, SMA Mathlaul Anwar, SMK Karya Wisata, dan SMAN 1 Pandeglang.
Selain kisah Didik, pengalaman hidup Hayati Eka Laksmi, penyintas Bom Bali 2002, juga menjadi bagian dari kampanye perdamaian di Pandeglang. Dalam kesempatan Dialog Interaktif di SMA Mathlaul Anwar, Eka menuturkan perjuangannya menghadapi tantangan hidup setelah suaminya meninggal dunia akibat ledakan bom di kawasan wisata Legian, Bali. Tragedi itu sangat mengguncang jiwanya lantaran beban membesarkan dua buah hati tanpa kehadiran suami selalu terbayang.
Dalam sesi tanya jawab, seorang siswa peserta Dialog Interaktif terdorong untuk menggali lebih dalam kehebatan Eka menghadapi musibah. “Saya ingin bertanya ke Ibu Eka…” kata siswi berhijab itu. Pertanyaannya tertahan sebab dia tak kuasa menahan tangis sedu setelah mendengar kisah Eka. “Bagaimana caranya Ibu menghadapi itu semua?” lanjutnya menuntaskan pertanyaan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Eka menjelaskan bahwa mengikhlaskan masa lalu adalah kuncinya. Eka memilih untuk optimistis melanjutkan hidup dengan segala tantangannya ke depan ketimbang mengungkit-ungkit masa lalu, apalagi menyimpan dendam kepada orang lain yang pernah berbuat salah.
Ia juga berpesan kepada para pelajar Indonesia untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya dan tidak terprovokasi ajakan kekerasan. “Jihad adalah berjuang sekuat tenaga untuk menafkahi keluarga, mengayomi anak dengan sungguh-sungguh, bukan apa yang mereka (teroris) lakukan. Itu bukan jihad, itu jahat,”ungkapnya.
Anggota Tim Perdamaian dari unsur mantan pelaku terorisme, Iswanto, juga berbagi kisah kepada siswa-siswi peserta Dialog Interaktif. Secara runut dia menceritakan sepak terjangnya bergabung dengan kelompok prokekerasan hingga akhirnya meninggalkan jaringan itu dan kini bersama korban terorisme mengampanyekan perdamaian. Ia juga menjelaskan salah satu penyebab dirinya dahulu terjerumus ke dalam kelompok prokekerasan adalah ketidakterbukaan dengan keluarga. Dia diperintah oleh orang-orang yang merekrutnya untuk merahasiakan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dari keluarga.
Dari pengalamannya itu Iswanto berpesan kepada para peserta Dialog Interaktif agar patuh dan terbuka kepada orang tua, serta membentengi diri dari ajakan kekerasan dengan ilmu yang cukup. Menurutnya, banyak anak muda yang ilmunya belum begitu mumpuni lalu membaca atau mendengar ajakan dari seseorang untuk bergabung dengan kelompok prokekerasan, dan dengan mudahnya mengikuti. “Saya sarankan kepada adik-adik, apa pun kegiatan adik-adik di luar sekolah, harus atas sepengetahuan orang tua,” kata dia.
Salah satu siswa peserta Dialog Interaktif di SMK Dwi Putra Bangsa menyampaikan pembelajaran yang didapat dari kegiatan tersebut. Dia mengaku beruntung setelah mengetahui fakta bahwa aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama adalah suatu kekeliruan. “Jujur, dulu saya pernah mendapatkan pelajaran yang mengarah ke radikalisme dan kekerasan dari guru saya. Saya diberitahu kalau kita sedang salat lalu ada orang lewat di depan kita, kita boleh membunuh dia. Saya juga diajari untuk membenci orang yang beragama lain. Menurut saya itu tidak benar, dan setelah mengikuti acara ini saya jadi semakin yakin ajaran-ajaran kekerasan begitu tidak benar,” dia menuturkan.
Siswa lain dari SMK Karya Wisata menyampaikan kesannya setelah mengikuti Dialog Interaktif. Menurutnya kegiatan AIDA perlu diperluas hingga merambah semua sekolah di Indonesia sehingga terbentuk generasi yang mencintai perdamaian dan tidak suka dengan kekerasan. “Seperti yang dicontohkan Rasulullah yaitu tidak membalas kejelekan yang ditimpakan orang, justru kita harus bisa memaafkan kesalahan orang lain dengan hati yang mulia,” ujarnya.
Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi, pada akhir kegiatan menyimpulkan tentang makna ketangguhan. Generasi tangguh, kata dia, adalah yang mampu memadukan pembelajaran dari korban dan mantan pelaku, bahwa kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan, dan ketidakadilan tidak mesti dibalas dengan ketidakadilan lainnya. Generasi tangguh adalah yang berjiwa besar memberi maaf atas kesalahan orang lain. Generasi tangguh adalah yang mau mengakui kesalahan masa lalu dan mampu memperbaiki kesalahan itu. [AM]
*Artikel ini pernah dimuat di Newsletter AIDA “Suara Perdamaian” edisi XI Januari 2017.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *