Home Wawancara Perkuat Hak Korban dalam UU Antiterorisme
Wawancara - 10/10/2017

Perkuat Hak Korban dalam UU Antiterorisme

Revisi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) saat ini tengah berjalan. Pemerintah dan parlemen masih menggodok berbagai hal untuk menyempurnakan payung hukum pemberantasan terorisme itu. Masyarakat mendesak agar UU yang baru nantinya tidak hanya lebih efektif menumpas terorisme, tetapi juga harus lebih baik dalam menangani para korban. Beberapa waktu lalu redaksi Suara Perdamaian mewawancara Ketua Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), Sucipto Hari Wibowo, untuk membahas hal itu. Berikut petikannya:

Bagaimana YPI melihat perkembangan revisi UU Antiterorisme?

Pertama, kami (YPI-red) sebagai organisasi yang menaungi beberapa komunitas korban bom yang ada di Indonesia tentunya masih sangat mengharapkan para pejabat baik di pemerintah maupun di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat-red) agar mengupayakan adanya perbaikan di dalam pasal-pasal di UU tersebut yang mengatur tentang hak-hak korban. Sebab apa, di UU itu ada pasal yang menerangkan bahwa korban terorisme berhak mendapatkan kompensasi sebagai bentuk ganti rugi dari negara tapi faktanya belum pernah ada anggota kami yang mendapatkan hak itu. Setelah ditelusuri ternyata penyebabnya adalah adanya syarat putusan pengadilan. Menurut saya ini yang sulit. Kami ini orang yang nggak tahu apa-apa tiba-tiba jadi korban, menjadi cacat seumur hidup bahkan sampai meninggal dunia sementara ada hak kami yang diatur UU tapi masih belum diberikan sampai sekarang.

Yang kedua, saya pikir ini masih ada waktu bagi para pejabat pembuat undang-undang, kami mohon bapak-bapak yang terhormat itu bisa mengubah pasal-pasal itu sehingga hak-hak korban bisa diberikan.

Apa yang diharapkan YPI dari revisi UU ini?

Kami sepakat dan mendukung sekali masukan seperti yang disampaikan dalam DIM (Daftar Inventarisasi Masalah-red) dari AIDA (Aliansi Indonesia Damai-red), kebetulan YPI dan AIDA juga pernah menyampaikan usulan tersebut dalam rapat dengan Pansus Rancangan UU ini di DPR.

Ada tiga poin penting yang kami sampaikan, yaitu definisi korban ini harus jelas siapa-siapa saja yang disebut korban. Lalu yang kedua itu tentang kompensasi tadi, kami mendorong agar pemberian kompensasi kepada korban tidak dipersulit dengan putusan pengadilan tapi itu bisa melalui asesmen yang dilakukan lembaga yang ditunjuk di dalam UU ini. Dan, yang ketiga adalah kami minta agar ada jaminan pengobatan korban pada masa-masa kritis. Banyak pengalaman anggota kami yang tidak mendapatkan penanganan medis yang layak ketika di rumah sakit. Ada juga korban yang sudah dibolehkan pulang tapi ketika akan kembali untuk berobat lagi ternyata pihak rumah sakit menarik biaya. Mestinya kan semua biaya pengobatan korban terorisme ditanggung negara.

Bagaimana kondisi para korban terorisme saat ini?

Korban terorisme sampai saat ini masih mengalami sakit, masih membutuhkan pengobatan, bahkan ada yang dinyatakan oleh dokter bahwa seumur hidup harus mengonsumsi obat. Harus dipahami bahwa sakit akibat bom ini bukan sakit yang setahun dua tahun bisa sembuh. Anggota kami ada yang secara rutin harus mengganti bola mata palsu, ada yang rutin harus ke dokter saraf, ada juga yang setelah bertahun-tahun kayaknya sudah sembuh ternyata di kepalanya terdapat cairan yang muncul karena dampak dari waktu kena bom dulu, dan akhirnya harus dioperasi. Ada pula teman-teman kami yang secara fisik memang sudah pulih dan sehat kembali namun secara mental masih ada trauma yang dalam.

Apa bantuan pemerintah yang sudah dirasakan korban?

Bantuan dari pemerintah dalam bentuk pengobatan medis sudah mulai menyentuh anggota-anggota kami. Meskipun bantuannya baru bisa mencakup sebagian anggota kami tapi kami sangat mengapresiasi langkah ini dan kami mendorong agar nantinya bantuan ini dapat dirasakan semua korban terorisme. Kami juga berharap bantuan medis kepada korban terorisme ini terus diberikan, tidak dipotong sebab seperti yang saya katakan tadi sakit yang diderita para korban ini bukan seperti sakitnya orang terkena flu lalu dikasih obat sembuh. Sakitnya korban bom ini berkepanjangan, kadang-kadang secara tidak terduga muncul, bahkan ada yang baru ketahuan risiko-risiko yang mengancam keselamatan hidupnya setelah bertahun-tahun yang lalu terkena bom. Maka dari itu sekali lagi kami mengharapkan kebijakan pemerintah agar bantuan pengobatan medis untuk korban terorisme bisa terus, tidak dipotong apalagi dihentikan. [MLM]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *