Mahasiswa UIA Belajar Tangguh dari Penyintas
ALIANSI INDONESIA DAMAI – Puluhan mahasiswa berduyun-duyun mendatangi gedung Teater Alawiyah Kampus Universitas Islam As-Syafi’iyah di Jatiwaringin, Bekasi, Jumat (22/12/2018). Kedatangan mereka untuk mengikuti Diskusi dan Bedah Film ‘Tangguh’. Dalam film dokumenter produksi Aliansi Indonesia Damai (AIDA) tersebut ditekankan semangat ketangguhan menghadapi tantangan kehidupan dari perspektif korban dan mantan pelaku terorisme.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIA dengan dukungan dari AIDA. Kalangan mahasiswa sebagai elemen bangsa dinilai penting untuk menanamkan semangat ketangguhan dalam diri. Pasalnya, di era milenial ini banyak tantangan mengancam generasi muda. Salah satunya adalah ancaman kekerasan, seperti terorisme.
Film ‘Tangguh’ menceritakan dampak destruktif kejahatan terorisme yang menimpa orang-orang tak bersalah sebagai korban, serta perubahan sikap anggota kelompok teroris dari dunia kekerasan ke jalan perdamaian. Jalinan rekonsiliasi yang terbentuk di antara korban dan mantan pelaku untuk membangun perdamaian di Indonesia juga disorot dalam film ini.
Seorang mahasiswa mengaku terinspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih tangguh setelah menyaksikan film. Dia mengaku terharu, namun menyerap banyak pelajaran dari scene yang menggambarkan kehidupan seorang ibu yang menjadi janda korban aksi teror bom di Hotel JW Marriott pada 5 Agustus 2003. Selain kehilangan suami tercinta akibat aksi teror, dia dituntut menjadi tulang punggung keluarga dengan dua anak yang masih kecil-kecil. Meskipun dihadapkan pada beban berat akibat musibah bom, dia menolak untuk terpuruk. Dia membuka usaha warung kecil-kecilan untuk mencari rezeki.
Meskipun banyak penderitaan aspek psikis dan sosial menimpa kehidupannya akibat aksi teror, saat ini dia telah berdamai dengan masa lalu, dan telah memaafkan kesalahan mantan pelaku terorisme. Jiwa besar penyintas ini membekas di benak mahasiswa peserta Diskusi dan Beah Film ‘Tangguh’.
“Kita tidak boleh membalas kekerasan dengan kekerasan. Kezaliman kepada diri kita mungkin adalah hal yang terburuk, namun pembalasan dendam niscaya tidak akan hilang jika dibalas dengan dendam. Hanya pemberian maaf membuat kita belajar menjadi manusia,” kata dia.
Mahasiswa lainnya mengaku juga mendapatkan semangat ketangguhan dari mantan pelaku terorisme. Salah satu pemeran film ‘Tangguh’, Ali Imron, terpidana seumur hidup kasus Bom Bali 12 Oktober 2002, mengaku sangat terpukul mengetahui banyak korban yang berjatuhan akibat aksi kelompoknya. Dia pun meminta maaf kepada para korban terorisme, khususnya korban Bom Bali, serta seluruh bangsa Indonesia secara umum.
Dari acara Diskusi dan Bedah Film ‘Tangguh’, mahasiswa menyadari pentingnya menjaga perdamaian. Respon positif mengalir dari para mahasiswa UIA yang mengikuti kegiatan siang itu. Para mahasiswa mengaku bisa menyerap banyak hikmah dari kisah korban terorisme. Film menjadi sarana penting untuk menyuarakan perdamaian. Hal ini setidaknya ditegaskan oleh seorang peserta.
Dia mengaku sangat senang dan mengapresiasi inisiasi BEM UIA mengadakan pemutaran film ‘Tangguh’. “Dari film ini kami belajar bahwa kisah korban mengajarkan pentingnya sifat pemaaf kepada para pelaku terorisme. Dan, kedua kami merasakan empati terhadap kondisi korban terorisme,” kata dia.
Kegiatan Diskusi dan Bedah Film ‘Tangguh’ di Kampus UIA secara keseluruhan dihadiri 61 mahasiswa UIA dari berbagai fakultas. Dua orang mahasiswa UIA alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang diselenggarakan AIDA di Bogor awal Desember lalu, menjadi fasilitator acara Diskusi dan Bedah Film ‘Tangguh’. [FS]